Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat pemanfaatan kapasitas produksi (utilisasi) industri keramik membaik pada tahun 2025. Kondisi ini mendongkrak volume produksi di tengah sederet tantangan yang masih mengganjal industri keramik nasional.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengestimasikan volume produksi keramik periode Januari - September 2025 mencapai level 330 juta m² - 335 juta m². Ia bilang, volume produksi keramik nasional tumbuh sekitar 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kenaikan volume produksi sejalan dengan peningkatan utilisasi pada periode sembilan bulan pertama. Tingkat utilisasi industri keramik naik dari 63% pada 2024 menjadi sekitar 72% sampai dengan kuartal III-2025.
Secara kuartalan, tingkat utilisasi meningkat tipis 1% dibandingkan posisi 71% pada semester I-2025.
"Angka perbaikan tingkat utilisasi sesuai dengan prediksi Asaki, dimana peak season permintaaan keramik biasanya berada di semester kedua, khususnya bulan Agustus sampai dengan November," terang Edy saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/10/2025).
Baca Juga: Produksi Keramik Naik Dobel Digit Jadi 300 Juta M² hingga Agustus 2025
Edy membeberkan sejumlah faktor yang mendongkrak tingkat utilisasi dan volume produksi industri keramik nasional. Katalis pendongkrak terutama datang dari kebijakan pemerintah di sektor properti.
Mulai dari perpanjangan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP), Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk kontraktor dan pengusaha bahan bangunan, hingga program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 350.000 unit.
Selain itu, ada dorongan dari kebijakan pemerintah untuk menangkal banjir produk impor. Dengan begitu, pelaku industri nasional bisa mendapat peluang untuk substitusi produk keramik impor, khususnya dari China.
Tantangan industri keramik
Meskipun tingkat utilisasi dan volume produksi keramik naik, tapi capaian ini masih belum optimal. Edy membeberkan sejumlah tantangan yang masih mengganjal industri keramik nasional.
Secara operasional, Edy masih menyoroti pasokan gas industri atau pemanfaatan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang pada tahun ini masih belum optimal. Tantangan lainnya adalah adanya tantangan pasokan bahan baku keramik berupa clay dan feldspar yang mayoritas berasal dari Jawa Barat.
Secara bisnis, Asaki melihat adanya lonjakan volume impor keramik dari sejumlah negara. Menurut data yang sejauh ini terhimpun oleh Asaki, impor keramik dari Malaysia, Vietnam dan India masing-masing melonjak sekitar 170%, 130% dan 120%.
Asaki menduga, ada indikasi praktek pemindahan barang (transhipment) produk impor yang berasal dari China.
"Asaki sedang mengumpulkan data dan informasi terkait peningkatan lonjakan angka impor tersebut, sebagai indikasi awal terjadi unfair trade dan transhipment produk dari China untuk menghindari bea masuk anti-dumping dan safeguard," terang Edy.
Baca Juga: Industri Keramik Bangkit, Tapi Terhimpit Harga Gas Tinggi dan Gempuran Impor
Selain itu, tantangan lainnya adalah percepatan realisasi program 3 juta rumah, yang sebelumnya diharapkan bisa mengerek naik permintaan keramik. Dengan berbagai tantangan tersebut, Asaki memprediksi rata-rata utilisasi produksi keramik nasional hanya akan mencapai level 75% pada akhir tahun 2025.
Padahal, Asaki melihat tingkat utilisasi industri keramik nasional berpotensi menembus level 80%, jika tantangan tersebut bisa teratasi.
"Seharusnya tingkat utilisasi keramik nasional tahun 2025 bisa berkisar 80%-85% jika didukung dengan kelancaran supply gas dan percepatan realisasi program 3 juta rumah," tandas Edy.
Selanjutnya: Prediksi Kinerja BCA per September 2025, Laba Tembus Rp 43,19 triliun
Menarik Dibaca: Trans Segara City Beroperasi, Mobilitas dari Bekasi ke Stasiun Senen Lebih Praktis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News