Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina Hulu Energi (PHE) mengungkap potensi perusahaan migas asal Kuwait, Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company,k.s.c.c. (KUFPEC) maju sebagai operator baru di ladang gas alam raksasa, Natuna D Alpha.
Menurut Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis PHE, Rachmat Hidajat, saat ini KUFPEC tengah melakukan inisiatif terkait pengembangan D-Alpha. Adapun, saat ini Pertamina memiliki Wilayah Kerja (WK) dekat dengan D-Alpha, di Blok East Natuna.
"Jadi betul, KUFPEC sedang melakukan inisitatif pengembangan D-Alpha, dan Pertamina karena memang punya blok di sebelah, kita tentunya sedang mengamati dan berkoordinasi dengan KUFPEC untuk melihat potensi kolaborasi," ungkap Rachmat dalam Forum Group Discussion (FGD) mengenai Strategi Penguatan Sektor Gas Bumi di Indonesia yang dihelat oleh Energy & Mining Editor Society (E2S) di Jakarta, Jumat (16/05).
Rahmat juga menyebut, blok yang terletak di lepas pantai Natuna Timur ini menjadi entitas penting Indonesia di mata dunia.
"Blok Natuna D-Alpha ini kan etalase kita di luar sana untuk memastikan, ada entitas indonesia," katanya.
"Saat ini, mudah-mudahan tadi conclude. Tapi sekarang masih dalam proses bertukar atau berdiskusi dengan KUFPEC," tambahnya.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) Jajaki Potensi Produksi LPG dari Lapangan Migas
Tantangan Pengembangan Blok Natuna D-Alpha
Meski cadangan telah ditemukan sejak tahun 1973, pengembangan Blok Natuna D-Alpha tidak mudah karena 70% cadangan gasnya berisi CO2.
Sehingga, diperlukan teknologi canggih untuk menangkap dan menampung karbondioksida yang dihasilkan, seperti menggunakan CCS (Carbon Capture and Storage) dan CCUS (Carbon Capture, Utilization, and Storage).
Vice President Komersialisasi SKK Migas, Ufo Budiarius Anwar mengatakan, cadangan yang besar dalam blok ini diikuti juga dengan upaya yang besar karena kandungan karbondioksida di dalamnya.
"Cadangan besar sekali, tapi effort cukup besar, karena apa yang keluar 1 MMSCFD, 70%-nya itu CO2", ungkap Ufo.
Dalam pengembangannya, Ufo mengatakan teknologi CCS yang digunakan akan memerlukan cadangan yang besar. Ia menyebut, saat ini Indonesia memiliki proyek Tangguh CCS yang memiliki kapasitas penyimpanan CO2 sebesar 1,8 Gigaton. Atau target pembangunan CCS Inpex di Blok Masela dengan kapasitas penyimpanan CO2 sebesar 1,08 gigaton.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) Bidik Produksi Minyak 416.000 Barel pada 2025
Keduanya, bisa menjadi salah satu alternatif penyimpanan karbon.
"Untuk CCS itu gak mungkin cadangan kecil juga. Kita alhamdulilah ada Tangguh, Inpex cadangan juga besar sehingga kuat menampung investasi itu," tambahnya.
Meski begitu, ia menekankan adanya keseimbangan dalam investasi pengembangan Natuna D-Alpha, mengingat cost dalam penggunaan CCS saat ini masih tinggi.
"Strategi gimana? kita lihat dulu apakah memang teknologi makin murah, keseimbangan investasi sangat penting," katanya.
Dalam catatan Kontan, berdasarkan keputusan Kementerian ESDM, Pemerintah secara resmi menunjuk Pertamina dalam pengembangan Blok Natuna D Alpha yang tertuang dalam Surat Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008 tentang Status Gas Natuna D Alpha.
Blok Natuna D Alpha diperkirakan memiliki cadangan 46 triliun kaki kubik. Namun, karena tingginya kadar karbondioksida, Pertamina menyerahkan kembali pengelolaan Natuna D-Alpha kepada pemerintah.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) Pacu Produksi Gas di Wilayah Indonesia Timur
Selanjutnya: ESG SSMS: Menjaga Biaya Sekaligus Menjaga Lingkungan
Menarik Dibaca: Hujan Mendominasi, Ini Prakiraan Cuaca Besok (20/5) di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News