kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Pertamina Power-Marubeni retak, seperti ini progres proyek listrik di Bangladesh


Senin, 11 November 2019 / 19:52 WIB
Pertamina Power-Marubeni retak, seperti ini progres proyek listrik di Bangladesh
ILUSTRASI. Direktur Utama Pertamina Power Ginanjar


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Retaknya konsorsium PT Pertamina Power Indonesia (PPI) dan Marubeni Corporation tak hanya melanda proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa-1. Kisruh tersebut merembet ke kongsi lainnya, yakni proyek pembangkit Independent Power Producer (IPP) Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) alias PLTGU di Bangladesh.

Retaknya kongsi tersebut pertama kali menghangat dan terbuka ke publik setelah adanya berkas bertajuk tambahan data informasi terkait permohonan pelaksanaan investigasi proyek IPP Jawa-1 yang ditujukan Direktur Utama PPI Ginanjar kepada Chief Audit Executive PT Pertamina (Persero).

Baca Juga: Pecah kongsi Pertamina Power-Marubeni terkait soal saham di proyek FSRU Jawa 1?

Dalam surat yang salinannya didapatkan Kontan.co.id tersebut, dipaparkan sejumlah alasan friksi yang terjadi di dalam kongsi PPI-Marubeni. Surat tersebut menyebutkan, tingginya kompleksitas proyek IPP Bangladesh sangat memerlukan solid partnership, dan consortium agreement telah antara PPI-Marubeni telah berakhir pada 27 Juni 2019. Adapun, Marubeni bergabung di IPP Bangladesh sejak Agustus 2017.

Surat tersebut menulis bahwa, dengan mengacu prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan pedoman kerjasama bisnis Pertamina, PPI memutuskan untuk tidak memperbarui consortium agreement dengan Marubeni yang sudah berakhir pada 27 Juni 2019.

Berdasarkan hal tersebut, PPI pun tengah berburu partner baru. Direktur Utama PPI Ginanjar, mengkonfirmasi kabar tersebut. Ginanjar bilang, selaku pimpinan proyek, PPI berhak untuk mengganti partner dalam proyek IPP Bangladesh.

Baca Juga: Pertamina-Marubeni berseteru, berikut penjelasan lengkap Dirut Pertamina Power

Ginanjar menjelaskan, Pertamina menjadi pimpinan konsorsium dengan saham mayoritas sebanyak 51%, Intraco (local company) memegang 14% dan sisanya sebanyak 35% tadinya dipegang Marubeni.

"Betul, kami akan pilih partner baru. Kita sedang proses penggantian. Ini proyek Pertamina/PPI, jadi hak penggantian dan pemilihan partner ada di PPI," ujar Ginanjar kepada Kontan.co.id, Senin (11/11).

Ginanjar bilang, saat ini proyek IPP berkapasitas 1.200 Megawatt (MW) itu masih dalam proses pematangan lahan (soil test). Menurut Ginanjar, pembangkit yang memiliki opsi untuk terintegrasi dengan Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) ditargetkan bisa rampung tiga tahun sejak penuntasan pendanaan alias financial close (FC).

Adapun, FC tersebut ditargetkan bisa terjadi satu tahun setelah keluarnya Letter of Intent (LoI) dari Perdana Menteri Bangladesh. Sementara untuk saat ini, sambung Ginanjar, PPI sudah mengantongi persetujuan dari Bangladesh Power Development Board (BPDP) untuk proposal teknis dan komersial.

Baca Juga: Sumitomo, Mitsubishi dan Mitsui bersaing jadi mitra Pertamina Power di Bangladesh?

Ginanjar bilang, pihaknya pun tengah menunggu persetujuan serupa dari Perdana Menteri Bangladesh, termasuk untuk LoI. "Tinggal menunggu approval dari Perdana Menteri, LoI juga keluarnya dari beliau," imbuh Ginanjar.

Lebih lanjut, Ginanjar mengungkapkan bahwa estimasi sementara untuk investasi di IPP Bangladesh ini berkisar pada US$ 1,4 miliar - US$ 1,6 miliar. Jumlah itu sedikit lebih rendah dari estimasi awal yang ditaksir sebesar US$ 1,8 miliar - US$ 2 miliar. "Ini kan masih ballpark, kami masih coba tajamkan," katanya.

Ginanjar mengatakan, pembiayaan proyek ini menggunakan skema project financing (PF). "Tapi di tahap awal, pra-project (IPP Bangladesh) menggunakan dana in-house dulu," imbuhnya.

Sementara itu, terkait dengan partner baru pengganti Marubeni, Ginanjar tak menyebut detail kriteria yang diinginkan PPI.

Yang jelas, sambung Ginanjar, calon pengganti Marubeni tak hanya perusahaan asal Jepang. Ginanjar bilang, pihaknya pun tak menutup kemungkinan untuk menarik mitra IPP yang berasal dari Indonesia.

Ginanjar menekankan, pemilihan mitra akan dipilih berdasarkan sistem penyeleksian dari Pertamina. "Semua kemungkinan itu ada. Kita ada sistem, kita pilih sesuai sistem," ungkap Ginanjar.

Baca Juga: Kongsi Pertamina dan Marubeni Tak Boleh Bubar

Namun, Ginanjar tak menampik bahwa kandidat calon pengganti Marubeni banyak yang berasal dari Negeri Sakura. Sebut saja antara lain, Sumitomo, Mitsubishi dan Mitsui. "Nama-nama tersebut ada di sistem kami," ujar Ginanjar.

Terkait proyek pembangkit tenaga gas di Bangladesh ini, Kontan.co.id telah berupaya meminta konfirmasi dari pihak Marubeni. Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, perwakilan Marubeni Indonesia, Slamet Muhadi, masih belum bersedia menanggapi permintaan konfirmasi Kontan.co.id.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai karakteristik proyek pembangkit di Bangladesh bisa jadi berbeda dengan di Indonesia. Menurut Fabby, jika Pertamina jadi mencari pengganti Marubeni, ada sejumlah pertimbangan yang akan ditelaah Pertamina.

Terutama, soal kemampuan dalam pembiayaan dan alokasi risiko yang bisa setara dengan Marubeni. Sebab, reputasi sponsor akan sangat berpengaruh pada proyek-proyek yang pendanaannya bersifat project financing.

Baca Juga: Pertamina-Marubeni-Sojitz pisah, bagaimana nasib PLTGU Jawa-1 dan PLTGU Bangladesh?

"Jadi tidak saja secara teknis, tapi juga leverage untuk proyek itu. Reputasi sponsor juga menjadi faktor penting," kata Fabby.

Sementara itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang, sekalipun nantinya dilirik oleh PPI, IPP dari Indonesia akan terlebih dulu melihat detail skema kerjasama yang ditawarkan. "Apabila investasi-nya atraktif pasti consider," kata Arthur.

Mengenai kualifikasi, Arthur meyakinkan bahwa kemampuan IPP Indonesia tidak kalah dari perusahaan bereputasi global. Arthur bilang, saat ini total proyek pembangkit yang ditangani IPP yang bernaung di APLSI sudah mencapai 15.000 MW.

"Secara rekam jejak, sudah banyak proyek yang sudah ditangani IPP," ungkap Arthur.

Di sisi lain, pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi mengkritisi pilihan Pertamina untuk melanjutkan proyek pembangkit di Bangladesh. Menurutnya, ketimbang berekspasi ke Bangladesh, sumber daya dan investasi Pertamina bisa diarahkan untuk membantu percepatan proyek 35.000 MW.

"Buktikan dulu performance di dalam negeri. Lebih baik Pertamina fokus di dalam negeri untuk penyelesaian Proyek 35.000 MW ketimbang invest di Bangladesh, kurang worthy," kata Fahmy.

Baca Juga: Sempat disaksikan Jokowi, Kongsi Pertamina & Marubeni bubar di proyek IPP Bangladesh

Asal tahu saja, proyek pembangkit listrik tenaga gas sebesar 1.200 MW ini memiliki payung kerjasama Goverment to Goverment (G to G). Proyek ini merupakan kelanjutan dari nota kesepahaman yang ditandatangani PT Pertamina (Persero) dengan Bangladesh Power Development Board (BPDP) pada 28 Januari 2018 lalu, yang turut disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina.

Kesepakatan itu merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang ditandatangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI dengan Ministry of Power, Energy and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×