Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peta jalan dekarbonisasi industri semen segera hadir. Sebelum Agustus, kemungkinan roadmap bagi industri semen untuk melakukan efisiensi energi dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) bisa diluncurkan.
Lilik Unggul Raharjo, Chair Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mengatakan, saat ini roadmap dekarbonisasi industri semen tengah difinalisasi. Asosiasi bersama dengan Direktorat Jendral Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian dan konsultan ITB melakukan evaluasi.
"Sebelum Agustus sudah bisa di-launch," kata Lilik.
Baca Juga: ESG Semen Merah Putih (CMNT): Menjalankan Keberlanjutan yang Bukan Tren Semata
Saat ini secara global, menurut Lilik, industri semen menyumbang 7% dari emisi global. Di Tanah Air, sekitar 5%-6%. "Industri semen bukan penyumbang emisi terbesar, tapi termasuk tinggi," kata dia. Karena itu, langkah menuju industri lebih hijau ini perlu dilakukan.
Meski belum ada peta jalan resmi, Lilik bilang, perusahaan semen di Tanah Air sudah melakukan mitigasi. Pertama, dengan melakukan efisiensi energi, misalnya pemanfaatan energi thermal untuk meningkatkan energi listrik. Ada perusahaan yang melakukan digitalisasi ada juga yang melakukan penyesuaian peralatan.
Kedua, dengan switching atau mengganti bahan bakar fossil dengan bahan bakar alternatif seperti biomass dan limbah industri. Penggantian sebagaian batubara ini akan menurunkan CO2. Belakangan, perusahaan semen tengah mengupayakan menghasilkan bahan bakar dari olahan sampah atau refuse-derived fuel (RDF).
Ketiga, memproduksi semen ramah lingkungan seperti Portland Pozzolana Cement (semen PPC) dan semen hidrolik dengan karbon lebih rendah, sebagai alternatif dari Ordinary Portland Cement (OPC). Semen-semen PPC ini sudah mudah ditemukan di toko-toko bangunan.
Porsi semen yang disebut lebih ramah lingkungan ini sudah mencapai 63%. Untuk memperbesar permintaan semen ramah lingkungan ini, Asosiasi terus meyakinkan para pemangku kepentingan, terutama proyek konstruksi nasional di bawah PU untuk meningkatkan penggunaan semen ramah lingkungan. "Ini salah satu tantangan untuk meyakinkan mereka," kata Lilik.
Keempat, perusahaan semen melakukan inovasi dan digitalisasi yang lebih advance untuk efisiensi. Kelima, dengan menjajaki teknologi penangkapan karbon dan penyimpanannya atau carbon capture.
"Bisa dibilang, sudah on track," ujar dia. Menurut dia, perusahaan-perusahaan semen dengan pangsa pasar besar dengan total 80% sudah mulai melakukan efisiensi dan pengurangan emisi. Sisanya baru mulai. Selain itu, hampir semua perusahaan sudah memproduksi semen hijau PPC.
Sesuai dengan Enchanced Nationally Determined Contribution (enchanced NDC), target pengurangan emisi nasional 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,2% dengan dukungan internasional di tahun 2030.
Dari sektornya, semen mendapat target penurunan emisi 21%. Namun, dalam peta jalan dekarbonisasi, mitigasi ini ditargetkan bisa mengurangi sampai 22% emisi GRK dibanding pada bisnis biasanya di tahun 2030 nanti. "Jika dibanding baseline 2010, sudah turun lebih dari 21%," kata Lilik.
Dia mengakui, industri semen tak mungkin lepas dari emisi GRK seluruhnya. Nanti secara bertahap, setelah tahun 2035 akan menggunakan teknologi penangkapan karbon agar mencapai nol emisi di tahun 2050.
Saat ini masih banyak tantangan dalam industri semen, seperti upaya mendorong permintaan dari PU, kemudahan mendapatkan izin memakai bahan bakar alternatif, kompetisi memakai biomass dengan PLTU. Belum lagi, investasi peralatan dan teknologi yang butuh support dari penyedia dana.
Di sisi lain, industri semen dihadapkan kondisi oversuplai, di mana ini menjadi tantangan bagi profitabilitas. Kapasitas produksi semen hampir 120 juta ton, berbanding permintaan 65 juta ton. Utilisasi pabrik sekitar 56%. Dengan kondisi ini, EBIT margin dan net profit margin perusahaan semen sejak 2014 terus melandai. "Tapi, perusahaan semen tetap komit melakukan dekarbonisasi meski dalam kondisi seperti ini," kata Lilik.
Upaya dekarbonisasi ini juga toh membawa manfaat bagi industri semen. Antara lain, untuk lingkungan yang lebih baik dan efisiensi. Selain itu, untuk menyesuaikan regulasi di pasar ekspor, seperti Australia yang akan mengenakan pajak karbon untuk produk dengan kadar karbon di luar ketentuan.
Selanjutnya: Promo Alfamart Terbaru s/d 30 Juni 2025, Parfum-Sunscreen Diskon hingga 40%
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Terbaru s/d 30 Juni 2025, Parfum-Sunscreen Diskon hingga 40%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News