Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Para petani tebu meminta pabrikan gula agar menghitung rendemen gula secara objektif. Sebab, perhitungan rendemen mempengaruhi banyaknya gula yang menjadi jatah petani tebu.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Abdul Wachid mengatakan, sebetulnya kini pabrikan gula sudah lebih transparan dalam menyampaikan tingkat rendemen gula dari tebu petani yang digiling dipabriknya. Namun, imbuh Abdul Wachid, pabrik gula sering kali masih kurang proporsional dalam menetapkan rendemen tersebut.
Misalnya, pihak pabrik gula menyamaratakan rendemen tebu dari tiap blok perkebunan tebu. Padahal rendamen di satu blok saja bisa berbeda-beda. "Jadi jangan digebyah uyah (disamarakatan)," katanya.
Masalah rendemen gula (perbandingan gula terhadap tebu yang digiling) muncul seiring dengan mendekatnya masa giling tebu oleh pabrik-pabrik gula.
Wachid berharap kalangan pabrik tebu bisa objektif dalam penilaian soal rendemen tebu. "Kalau hasil tebunya baik dan rendemennya tinggi ya bilang tinggi, kalau kurang bagus dan kurang ya bilang terus terang," tambahnya.
Petani tebu memang sangat berkepentingan dengan angka rendemen gula ini. Soalnya, kalau rendemen gula hanya 6%-7%, maka porsi gula yang menjadi bagian petani hanya 66%, sisanya 34% menjadi jatah pabrik.
Kalau rendemen 7%-8%, maka bagian gula petani sebesar 68%, dan pabrik gula 32%. Dan, jika rendemen lebih dari 8%, maka bagian petani dalam bagi hasil gula yang digiling dipabrik menjadi 70%, dan 30% menjadi bagian pabrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News