kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PHRI: Sampai akhir 2020, industri hotel masih sulit penuhi target okupansi


Minggu, 21 Juni 2020 / 15:56 WIB
PHRI: Sampai akhir 2020, industri hotel masih sulit penuhi target okupansi
ILUSTRASI. Pelonggaran PSBB tidak otomatis menghidupkan permintaan kamar hotel serta minat masyarakat untuk kembali berwisata.


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Rainier H Daulay mengatakan pihaknya belum bisa menjamin pelonggaran PSBB dalam masa transisi new normal otomatis menghidupkan permintaan kamar hotel serta minat masyarakat untuk kembali berwisata.

Pendiri sekaligus pemilik Rhadana Group ini mengatakan setidaknya sampai akhir tahun 2020, industri perhotelan masih akan kesulitan memenuhi target tingkat okupansi kamar hotel.

"Kami tentu menyambut baik pelonggaran PSBB dan pembukaan daerah wisata secara bertahap. Dengan tujuan menjaga keselamatan, tentu memerlukan protokol kesehatan yang ketat. Namun, mungkin ini masih akan menjadi keengganan masyarakat untuk bepergian. Tentu hal tersebut bisa dipahami," kata Rainier kepada Kontan.co.id, Minggu (21/6).

Baca Juga: Danau Toba dibuka untuk kunjungan turis asing di akhir 2020

Dia menambahkan, sebelum pandemi, industri perhotelan di kawasan wisata sudah mulai berat karena persaingan yang ketat. Pandemi Covid-19, membuat arena bertahan semakin sempit karena sebagian besar usaha perhotelan, baik yang sudah besar maupun pemula, terpaksa menutup sementara atau permanen usahanya.

Tak hanya itu, bagi hotel yang masih membuka operasionalnya pun tetap mengeluarkan biaya walau jumlah tamu yang berkurang. Pengusaha juga perlu menambahkan biaya-biaya yang berhubungan dengan kesehatan. Mulai dari pengadaan APD bagi karyawan, skema pemeriksaan suhu tubuh bagi pengunjung dan karyawan, hingga menyediakan masker dan hand sanitizer.

"Kebutuhan tersebut tentu bisa menambah ongkos operasional. Mau tidak mau, harga kamar seharusnya naik dari sebelumnya," lanjut dia.

Baca Juga: Efek Korona, Pendapatan Daerah Terdampak Parah

Rainier menambahkan, minat masyarakat berwisata juga tidak bisa berdiri sendiri tanpa keberadaan usaha transportasi. Regulasi birokratis mendapatkan SIKM dan melakukan rapid test hingga harga tiket pesawat yang tinggi, tentu membuat masyarakat berpikir berkali-kali untuk bepergian.

Tak hanya itu, kondisi pandemi saat ini masih membuat sebagian besar masyarakat enggan bepergian jauh. Rainier menjelaskan, hotel Rhadhana Kuta yang saat ini dikelolanya masih beroperasi dengan keterisian 44 kamar dari tamu asal Maroko yang belum bisa kembali ke negaranya.

Baca Juga: Ini daerah tujuan wisata yang paling terdampak pandemi Covid-19 menurut Kemenparekraf

"Sudah tiga bulan sejak pandemi mereka di sana karena belum bisa kembali ke negaranya. Karena pandemi pula, mereka hanya bisa tinggal di dalam kamar karena protokol kesehatan dan lokasi wisata masih terbatas," sambung dia.

Dengan demikian, pihaknya berharap akan ada evaluasi lebih lanjut pada prosedur SIKM dan keterisian transportasi sebesar 70% yang dapat melemahkan pengusaha.

Baca Juga: New normal, banyak perusahaan lakukan rasionalisasi untuk bertahan

"Saya tidak bisa menjawab kapan industri hotel dan restoran kembali bangkit. Saya pesimis akhir tahun terkejar. Tetapi masyarakat butuh rasa aman dan nyaman jika ingin bepergian dan berada di tempat umum, sehingga regulasi kesehatan tersebut harus ditaati," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×