Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN (Persero) terus menyalurkan listrik hingga ke pelosok daerah. Setrum dari perusahaan listrik plat merah itu akan tersalur juga ke Dusun Gayung Bersambut, Desa Selakau Tua, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar).
General Manager PLN Unit Induk Wilayah Kalbar, Agung Murdifi mengatakan, proses pembangunan jaringan kelistrikan di Dusun Gayung Bersambut hampir rampung. Pada September 2019 nanti, warga di wilayah tersebut sudah bisa merasakan manfaat listrik.
Agung mengatakan bahwa kendala terberat penyaluran jaringan listrik Dusun Gayung Bersambut adalah akses yang sulit dijangkau. "Jalan yang sempit dan jembatan yang ada tidak bisa dilalui oleh kendaraan yang memasukkan material seperti tiang, trafo dan kabel listrik," kata Agung dalam siaran pers, kemarin.
Baca Juga: Hoaks, rencana pemadaman listrik di Tangerang dan Bekasi
Kendati begitu, Agung bilang bahwa kendala tersebut bisa teratasi dengan antusias warga yang membantu PLN secara bergotong-royong. Untuk mengalirkan listrik ke Dusun Gayung Bersambut, PLN membangun jaringan tegangan menengah (JTM) sepanjang 8,586 kms dan jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 5,597 kms, serta dua unit gardu distribusi dengan total kapasitas sebesar 200 kVA.
"Keseluruhan pembangunan jaringan listrik menelan biaya sekitar Rp 2,8 miliar," jelasnya.
Hadi Yudiarto, salah satu warga Dusun Gayung Bersambut menyambut baik program kelistrikan PLN tersebut. Selama ini, kata Hadi, untuk penerangan dan penggunaan peralatan listrik warga Dusun Gayung Bersambut menggunakan genset dengan waktu penggunaannya yang terbatas dan biaya yang mahal.
Hadi bilang, diperlukan biaya hingga sekitar Rp 600.000 hingga Rp 700.000 untuk menghidupkan genset per bulannya. "Untuk membeli solar kami harus mengeluarkan uang sekitar Rp 20.000 per malam, itu pun hanya bisa dipakai untuk 3 jam saja," ungkap Hadi.
Baca Juga: Pemerintah akan kuncurkan Rp 17,7 triliun PMN untuk BUMN tahun depan
Ia juga mengatakan, warga di Dusun Gayung Bersambut sangat antusias dengan listrik desa ini. Hadi menggambarkan, warga rela bergotong-royong untuk mengangkut material juga rela pohon sawitnya harus ditebang karena dilalui jaringan listrik.
Hadi bilang, ada sekitar 60 batang sawit miliknya, dan ada sekitar 500-an batang sawit milik warga yang ditebang. Menurut Hadi, tidak ada tuntutan ganti rugi dari warga atas pohon sawit tersebut.
Padahal, sawit yang ada mayoritas sudah berproduksi atau sudah berumur sekitar 6 tahun hingga 8 tahun. Jika dikonversikan untuk ganti rugi, diperkirakan mencapai Rp 800.000 - Rp 1 juta per batang. "Kami tidak mau ganti rugi, demi kepentingan bersama dan asal listrik masuk, kami ikhlas pohon sawit, karet dan lainnya ditebang tanpa ganti rugi," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News