Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. PT PLN (Persero) membuka peluang kemitraan pendanaan dengan Just Energy Transition Partnership (JETP). Pendanaan dari JETP diharapkan dapat menjadi katalisator bagi pendanaan proyek-proyek energi bersih di Indonesia.
Sekaligus meningkatkan antusiasme investor untuk berinvestasi pada pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan yang mendukung transisi energi.
“Selain itu, dengan adanya JETP, membuka peluang bagi pembentukan platform-platform pendanaan transisi energi yang kompetitif lainnya,” ujar Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN Gregorius Adi Triyanto kepada Kontan.co.id, Selasa (7/11).
Baca Juga: Kementerian ESDM akan Kaji Daftar Proyek EBT dalam CIPP JETP
Lebih lanjut, Greg menuturkan bahwa PLN telah merancang skenario Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Sampai dengan 2040, skenario ini akan menambah porsi pembangkit EBT sebesar 75% dan gas sebesar 25%.
Perinciannya, penambahan kapasitas pembangkit EBT baseload seperti hidro dan geothermal sebesar 32 GW dan kapasitas pembangkit EBT Variable Renewable Energy (VRE) seperti surya dan angin sebesar 28 GW.
Pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan yang demikian, lanjut Greg, membutuhkan pendanaan yang besar.
“Dengan menghadirkan opsi pendanaan yang lebih kompetitif akan dapat menurunkan cost of financing sehingga net zero emission di tahun 2060 dapat tercapai dengan lebih cepat,” tukas Greg.
Seperti diketahui, akses draft dokumen investasi dan kebijakan komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) telah dibuka ke publik. Isinya memuat daftar energi bersih yang menjadi sasaran dalam skema pendanaan JETP.
Baca Juga: Akhir 2023, Transaksi Pensiun Dini PLTU Lewat JETP Dimulai
Ada lima area yang menjadi fokus investasi alias investment area focus (IFA), mulai dari proyek grid dan transmisi, pensiun dini dan phase out pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), serta akselerasi pengembangan pembangkit energi terbarukan mulai dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTM), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB), dan pembangkit listrik tenaga bio energi.
Total estimasi kebutuhan investasi pada kelima area ini diestimasikan mencapai US$ 95,9 miliar.
Sebanyak 382 proyek pembangkit energi baru terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 27.203 megawatt (MW) masuk dalam daftar proyek fokus area investasi atau investment focus area (IFA) draft dokumen CIPP ini.
Sebanyak 215 proyek di antaranya, menurut data tabel yang dimuat dalam bagian appendix draft dokumen tersebut, masuk dalam kategori proyek Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Beberapa contoh proyek besarnya misalnya seperti PLTA Java Bali dengan kuota tersebar PSPP 760 MW, PLTP Gunung Salak 7 55 MW, PLTP Gunung Salak 8 80 MW, PLTS Saguling 60 MW, dan masih banyak lagi.
Baca Juga: Sebanyak 52 PLTS Masuk Prioritas Skema Pendanaan JETP
Peneliti Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Putra Adhiguna mengatakan bahwa program JETP patut diapresiasi lantaran disusun lewat evaluasi yang mendalam. Namun, realisasinya perlu dikawal agar terlaksana dengan baik.
“Karena sifatnya yang longgar dan tidak mengikat maka pertanyaannya adalah mengenai realisasinya,” ujar Putra saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (5/11).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan bahwa masuknya proyek pembangkit energi terbarukan dalam dokumen rencana JETP merupakan hal yang positif.
Hanya saja, ia menilai bahwa perlu ada proses seleksi untuk memilah mana proyek yang secara finansial akan menarik dan tidak memiliki dampak sosial lingkungan yang berisiko.
“Sebagai contoh soal panas bumi, disebutkan dalam dokumen CIPP JETP bahwa proses pengeboran dan posisi proyek yang bersinggungan dengan masyarakat akan memiliki implikasi terhadap biaya investasi dan waktu yang lebih lama. Jadi solar panel, mikrohidro hingga angin menjadi alternatif yang akan menarik minat investor baik negara maju maupun Gfanz,” terang Bhima saat dihubungi Kontan.co.id.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan bahwa pihaknya masih akan membahas program-program yang dimuat dalam draft CIPP JETP.
“Masih mau dibahas,” ujar Jisman singkat saat dihubungi Kontan.co.id.
Baca Juga: Tahun Ini, Satu Program Transisi Energi Lewat JETP Bakal Digarap
Sejauh ini, transaksi pendanaan pada sebagian proyek pembangkit EBT sudah mulai berjalan. Hal ini sudah mulai dilakukan misalnya saja pada megaproyek pembangkit EBT Hijaunesia.
“Banyak sudah ongoing juga, yang (proyek) Hijaunesia misalnya,” ujar Kepala Sekretariat JETP Indonesia, Edo Mahendra, kepada Kontan.co.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News