kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLTS Jadi Pembangkit EBT Andalan untuk Penuhi Target Net Zero Emission Tahun 2060


Rabu, 20 April 2022 / 17:41 WIB
PLTS Jadi Pembangkit EBT Andalan untuk Penuhi Target Net Zero Emission Tahun 2060
ILUSTRASI. Energi surya menjadi sumber tenaga listrik andalan dalam target net zero emission (NZE) tahun 2060.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Energi surya menjadi sumber tenaga listrik andalan dalam  target net zero emission (NZE) tahun 2060. Mayoritas penyediaan listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) untuk mendukung pencapaian target ini direncanakan berasal dari energi surya.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ego Syahrial  dalam acara Indonesia Solar Summit 2022 Hari ke-1, Selasa (19/4).

“Pada roadmap transisi energi Indonesia untuk mencapai net zero emission tahun 2060, energi surya akan berperan penting dalam penyediaan energi listrik, di mana dari 587 GW kapasitas pembangkit EBT, sebesar 361 GW atau lebih dari 60% akan berasal dari energi surya,” ujar Ego.

Besarnya potensi energi surya yang dimiliki Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah menaruh perhatian khusus kepada energi tersebut. Kementerian ESDM mencatat, potensi energi surya di Indonesia mencapai lebih dari 3.200 Giga Watt (GW). Angka tersebut setara kurang lebih 89% dari total potensi EBT menurut catatan Kementerian ESDM.

Untuk mendukung pengembangan energi surya, saat ini pemerintah telah menyusun sejumlah program besar. Pertama, pemerintah akan mendorong penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dengan target kapasitas 3,61 GW pada tahun 2026.

Baca Juga: Konsumsi Listrik Nasional Naik 8,42% pada Kuartal I-2022

Program lainnya, pemerintah juga menyusun program PLTS ground mounted skala besar serta PLTS terapung di 270 lokasi dengan potensi sekitar 27 GW.

“Untuk mengimplementasikan program-program ini membutuhkan kontribusi dari banyak pihak, tidak hanya pemerintah, pemegang wilayah usaha maupun pengembang EBT, tetapi juga para pengguna energi seperti sektor komersial dan industri,” tutur Ego.

Animo untuk memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber energi tidak hanya dijumpai di kalangan pemerintah. Sejumlah pelaku usaha sudah mulai memanfaatkan sumber energi dengan potensi terbesar itu untuk menunjang kegiatan operasional usahanya.

Coca-Cola misalnya, produsen minuman ringan tersebut akan menggunakan panel surya untuk melistriki keempat pabriknya. Langkah serupa juga ditempuh misalnya oleh Medco Power Indonesia (MPI). Anak usaha PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) tersebut tengah mengawal beberapa proyek solar photovoltaic (PV).

Salah satu di antaranya, yakni captive project di daerah operasi perusahaan dengan kapasitas 26 Mega Watt (MW) dijadwalkan memasuki tahapan Commercial operations date (COD) bulan depan. Selain itu, Medco juga baru saja mengantongi power purchase agreement (PPA) untuk proyek Bali PV 2x25 MW. Proyek tersebut direncanakan memasuki tahapan COD pada tahun 2024 mendatang.

Meski begitu, kalangan usaha juga memiliki sejumlah masukan kepada pemerintah/pemangku kepentingan terkait perihal pengembangan EBT ini. Director of Sustainability Coca-Cola Europacific Partners Indonesia Lucia Karina berujar, insentif fiskal diperlukan untuk mendorong minat penggunaan energi surya di kalangan pelaku industri manufaktur.

“Mungkin saya bisa titip kepada kementerian dan juga DEN (Dewan Energi Nasional), perlunya ada insentif fiskal, khususnya bagi para pemasang yang melakukan investasi langsung kepada pabriknya, sehingga ini akan menarik  semua industri manufaktur untuk memasang solar panel,” ujar Lucia di acara yang sama.

Sementara itu, Vice President Renewables Medco Power Indonesia, Andrianto Darmoyo melihat adanya potensi penyelarasan antara persyaratan regulasi pemerintah, ekspektasi tarif, dan kemampuan investor.

“Antara kebijakan regulasi pemerintah, ekspektasi tarif, harga material segala macam, ya itu yang memang kami lihat agar lebih selaras lagi, karena kadang-kadang minta tarifnya sangat rendah tapi satu sisi requirement-nya sangat tinggi misalnya sebagai contoh,” tutur Andrianto.

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi, Nurul Ikhwan mengatakan, Kementerian Investasi siap mendukung upaya pengembangan energi surya. Nurul bilang, pihaknya menyadari bahwa  listrik yang bersih akan menentukan masa depan investasi di Indonesia.

Hal ini lantaran ke depannya dunia hanya akan menerima produk-produk yang dihasilkan dengan dukungan listrik yang bersih, selain itu investor juga hanya akan berinvestasi di negara yang menyediakan energi bersih

“Terkait dengan hal itu, Kementerian investasi/BKPM siap mendukung upaya membawa energi surya indonesia masuk dalam orde gigawatt,” ujar Nurul.

Nurul memastikan, ada beberapa alternatif investasi yang memungkinkan untuk diberikan bagi pengembangan pembangkit listrik tenaga surya. Insentif yang dimaksud antara lain tax holiday, tax allowance, serta pembebasan bea masuk untuk bahan baku dan barang modal.

“Terakhir juga bisa diberikan insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan sehingga akan memberikan kemudahan bagi para investor yang melakukan kegiatan investasi di sektor EBT,” imbuh Nurul.

Sementara itu, Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury memastikan bahwa pihaknya akan mendorong bank-bank pelat merah untuk meningkatkan pembiayaan kepada proyek pembangkit berbasis EBT.

“Kami sangat mendorong kepada sektor pembiayaan kita untuk secara bertahap melakukan peningkatan pembiayaan kepada pembangkit yang berbasis kepada EBT,” tutur Pahala.

Baca Juga: Pemanfaatan EBT Semakin Didorong untuk Target Karbon Normal

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×