Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2025 masih berada di level ekspansif sebesar 52,4 poin. Namun, angka ini turun dibandingkan dengan PMI bulan sebelumnya atau bulan Februari yang sebesar 53,6.
Terkait hal ini, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Abdul Sobur, memaparkan mengenai sentimen atau faktor yang memengaruhi pelemahan PMI Manufaktur ini.
Pertama, adanya pelemahan permintaan global. "Pasar ekspor furnitur Indonesia masih menghadapi tekanan akibat ketidakpastian ekonomi di negara-negara tujuan utama, termasuk Amerika Serikat dan Eropa," beber Sobur kepada Kontan.co.id, Senin (28/4).
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Bisa Tumbuh Lebih Tinggi Jika Regulasi Impor Dicabut
Kedua, konsumsi domestik ternyata juga melambat. Di dalam negeri, sektor properti terasa masih lesu. Ini turut mengurangi permintaan furnitur baru.
Ketiga, harga bahan baku yang fluktuatif dan biaya logistik yang masih tinggi. Sentimen ini membuat produsen lebih berhati-hati dalam menambah produksi.
Sobur memperkirakan tren bisnis furnitur beberapa waktu ke depan. Menurutnya, ada peluang peningkatan pada semester kedua tahun 2025.
"Dengan peluang perbaikan pada semester kedua, tergantung pada stimulus fiskal pemerintah, relaksasi kredit perbankan, serta stabilitas ekonomi global pasca pemilu di beberapa negara besar," bubuhnya.
Sobur juga menjelaskan jika penurunan PMI Manufaktur ini secara tidak langsung berhubungan dengan dampak dari kebijakan tarif Trump.
"Ketidakpastian yang tercipta menahan order besar dari buyer internasional, termasuk di sektor furnitur. Hal ini membuat outlook ekspor kami jadi lebih hati-hati," jelasnya.
Terakhir, Sobur menjelaskan harapannya kepada pemerintah selaku pengusaha furnitur. Ia berharap pemerintah memberikan stimulus sektor riil yang lebih spesifik bagi industri padar karya.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Indonesia Tumbuh Signifikan dengan PMI 53,6 pada Februari 2025
Ia berharap pemerintah mempercepat realisasi insentif ekspor dan penyederhanaan regulasi logistik. Serta, mensorong kredit berbunga rendah untik UMKM industri manufaktur.
"Kalau hanya mengandalkan pasar bebas tanpa dukungan fiskal atau moneter, recovery PMI bisa lambat," tegasnya.
Penurunan PMI ini mencerminkan tantangan yang sedang dihadapi, tetapi industri furnitur Indonesia tetap resilien dan adaptif.
"Kami optimistis, dengan dukungan kebijakan pemerintah yang pro-industri dan perbaikan kondisi global, tren ini bisa berbalik positif di semester kedua 2025. Industri furnitur siap berkontribusi lebih besar untuk pertumbuhan ekonomi nasional.” pungkas Sobur.
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Maret 2025 Merosot ke 52,4 Poin
Selanjutnya: Saham BTN Terbang 35,8% di Sebulan Terakhir, Ini Kata Analis
Menarik Dibaca: IBM X-Force Threat Indeks 2025: Pencurian Kredensial Berskala Besar Meningkat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News