kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pro kontra revisi PP tentang minerba, begini pandangan pengamat dan Asosiasi


Rabu, 12 Desember 2018 / 18:08 WIB
Pro kontra revisi PP tentang minerba, begini pandangan pengamat dan Asosiasi
ILUSTRASI. Batubara


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Redi menilai, perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK tidak bisa sertamerta berubah, melainkan ada proses yang harus dilalui. Redi menjelaskan, setelah masa PKP2B berakhir, maka wilayahnya terlebih dulu menjadi Wilayah Pencadangan Negara (WPN), lalu atas persetujuan DPR ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), dan diberikan kepada BUMN sebagai prioritas.

Jika tidak ada BUMN yang bersedian, maka ditawarkan ke swasta dengan cara lelang. "Sesuai dengan spirit konstitusi dan undang-udang, SDA dikuasi negara, dalam hal ini melalui BUMN. Bukan masalah anti asing atau swasta. Kalau berkolaborasi itu silahkan," jelasnya.

Dalam hal ini, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, WPN tersebut sebaiknya dikelola oleh BUMN atau BUMN khusus yang sahamnya 100% milik negara yang kelak dapat digabungkan menjadi holding BUMN. Dengan tujuan supaya ketahanan energi lebih terjaga, seperti pasokan dan tarif ke PLN dan industri dalam negeri bisa lebih terjamin.

Menurut Marwan, saat ini holding BUMN tambang diperkirakan hanya menguasai pengelolaan tambang sekitar 20%-30%. Sedangkan dalam penambangan batubara yang dikuasai BUMN hanya 6%.

Sementara untuk soal luas wilayah, Marwan menegaskan bahwa revisi PP ini bertentangan dengan UU Minerba jika mengakomodasi luas wilayah setelah menjadi IUPK bisa lebih dari 15.000 hektare (ha) atau memungkinkan perusahaan memiliki wilayah sesuai dengan PKP2B saat ini. Menurut Marwan, draft revisi yang disiapkan saat ini bisa bertentangan dengan UU Minerba Pasal 83, Pasal 169, Pasal 171.

"Kalau PP ini akhirnya direvisi, ini bisa mengganggu ketahanan energi, jangan sampai saat disahkan nnati, isinya tidak konsisten dengan Konstitusi dan UU yang berlaku," ungkap Marwan.

Adapun, menurut Simon F. Sembiring selaku Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, jika masa PKP2B sudah habis, semua aset atau barang (equipment) PKP2B menjadi Barang Milik Negara (BMN).

Pemerintah pun harus menghitung nilai BMN tersebut dan dinyatakan dalam Keputusan Menteri Keuangan. Perusahaan pun harus membayar kepada negara atas BMN tersebut sesuai dengan presentase yang disetujui, baru selanjutnya equipment tersebut menjadi aset perusahaan.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×