Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, snus, dan kantung nikotin, merupakan hasil inovasi industri hasil tembakau yang memiliki profil risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok.
Produk tersebut dinilai memiliki andil yang besar dalam mengurangi masalah rokok daripada sekadar menjadi objek pajak dan sumber pendapatan negara.
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (Akvindo) Paido Siahaan mengatakan, berdasarkan kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) pada tahun 2015, terdapat 230.000 kematian akibat konsumsi rokok per tahun dan hampir sepertiga dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia hilang untuk membiayai penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Baca Juga: Investasi industri HPTL butuh insentif, ini alasannya
“Melihat masalah yang tidak kunjung selesai tersebut, kami melihat bahwa produk HPTL, seperti rokok elektrik, dapat menjadi salah satu alat intervensi pemerintah untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia. Produk tersebut juga telah dimanfaatkan oleh Pemerintah Inggris untuk membantu mengurangi jumlah perokok di negaranya,” ujar Paido dalam keterangannya, Kamis (8/4).
Menurutnya, intervensi pemerintah untuk menurunkan prevalensi perokok serta risiko kesehatan yang diakibatkan oleh rokok memiliki kepentingan yang jauh lebih mendesak daripada hanya memanfaatkan produk HPTL sebagai sumber pendapatan negara melalui cukai.
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), prevalensi perokok berpotensi meningkat sebesar 15,95% pada tahun 2030 jika penanganan pemerintah terkait pengendalian tembakau tidak berubah dan tidak memanfaatkan inovasi yang berkembang di industri tersebut.
Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengharapkan prevalensi perokok pada anak di bawah umur 18 tahun bisa mengalami penurunan ke 5,4%. Namun, yang terjadi malah peningkatan sebesar 9,1%.
“Artinya, ada masalah pada pengendalian tembakau yang sekarang dilakukan. Kenaikan cukai tidak signifikan dalam mengendalikan kebiasaan rokok. Jadi, menurut hemat kami kita harus sama-sama mencari akar masalah dan menerapkan jalan keluar yang sesuai,” terang Paido.
Paido juga mendesak pemerintah untuk melibatkan konsumen yang tergabung dalam AKVINDO dalam proses pembuatan regulasi terkait produk HPTL.
Selain itu, pemerintah diminta untuk membuat regulasi yang berdasarkan data dan fakta, sehingga regulasi yang dirumuskan menjadi lebih proporsional, adil, serta menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi.
Pada akhirnya, regulasi tersebut juga diharapkan mendatangkan manfaat terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, industri, hingga konsumen produk tembakau di Indonesia.
Baca Juga: Ada wacana perubahan struktur tarif cukai HPTL menjadi seperti rokok konvensional
Paido menjelaskan Akvindo merupakan sebuah organisasi yang didirikan oleh para konsumen produk HPTL di Indonesia. Asosiasi ini terbentuk karena belum adanya asosiasi yang murni menaungi dan berasal dari sisi konsumen, sehingga hal tersebut seringkali membuat suara konsumen produk HPTL kerap tidak sampai ke pemerintah.
Akvindo diharapkan dapat menjadi perwakilan para konsumen dalam menyampaikan pendapat kepada pemerintah, sehingga perumusan regulasi mengenai produk HPTL dapat berjalan dengan baik.
“Kita ingin agar konsumen, pengusaha industri HPTL, dan pemerintah dapat duduk bersama untuk menyamakan persepsi mengenai produk HPTL agar kita bisa membuat legasi bersama untuk bangsa ini,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News