kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.838   -98,00   -0,62%
  • IDX 7.384   -108,06   -1,44%
  • KOMPAS100 1.138   -20,96   -1,81%
  • LQ45 901   -18,70   -2,03%
  • ISSI 224   -1,86   -0,82%
  • IDX30 463   -11,32   -2,38%
  • IDXHIDIV20 560   -12,38   -2,16%
  • IDX80 130   -2,40   -1,81%
  • IDXV30 139   -1,66   -1,18%
  • IDXQ30 155   -3,12   -1,97%

Produk nylon dari Indonesia terkena anti dumping di India


Sabtu, 03 Desember 2011 / 09:06 WIB
ILUSTRASI. JAKARTA,21/12-PENERAPAN JAGA JARAK. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Dani Prasetya, Handoyo | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Industri nylon India terancam penetrasi produk asal Indonesia. Asosiasi setempat lalu mengajukan permintaan pada otoritas di India untuk pengenaan antidumping.

Hasilnya, Directorate General of Anti-Dumping and Allied Duties (DGAD) India mempublikasikan hasil penyelidikan perpanjangan pengenaan bea masuk anti dumping (BMAD) tertanggal 19 November 2011. Disinsentif itu khusus diberlakukan untuk produk nylon filament yarn (NFY) dengan kode HS 5402 asal Indonesia.

BMAD yang juga diberlakukan untuk produk asal China, Taiwan, Malaysia, dan Thailand itu dirilis sebesar US$ 0,46–US$ 1,1 per kilogram (kg). Namun, disinsentif itu dikecualikan untuk produk high tenacity yarn of nylon (HS 5402.10) dan fishnet yarn (HS 5402.10).

Menurut Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Ernawati, penyelidikan perpanjangan pengenaan BMAD untuk produk NFY itu dimulai pada 27 Agustus 2010.

Ketika itu, Association of Synthetic Fiber Industry (ASFI) mengajukan permohonan tersebut. Jauh sebelum pemberlakuan BMAD itu, Indonesia pernah dikenai disinsentif itu pada 3 Juli 2006 sebesar 77,93 Rs/kg atau US$ 1,7/kg (original case diinisiasi pada 4 Juli 2005). "Pada penyelidikan itu, terdapat enam perusahaan Indonesia yang dituduh telah melakukan dumping," ujarnya dalam siaran pers yang diterima KONTAN, Jumat (2/12).

Kali ini, Indonesia kembali dikenai BMAD. Hal tersebut terjadi lantaran keterlambatan merespon pengumuman otoritas setempat. Padahal, pemerintah telah berusaha kooperatif dan meminta DGAD memberikan perpanjangan waktu pengisian kuesioner oleh perusahaan bersangkutan.

Lantaran telah terbit keputusan, pihak terkait yang keberatan dengan keputusan perpanjangan pengenaan BMAD dapat melakukan upaya hukum pada Customs Excise and Service Tax Appellate Tribunal.

Berdasarkan informasi Pusat Data dan Informasi Kementerian Perdagangan, India merupakan pemegang pangsa pasar ekspor produk NFY Indonesia ke-11 pada 2011. Posisi itu setara dengan total ekspor sebesar 4,5 juta ton untuk periode Januari-Agustus 2011.

Lantaran penerapan BMAD sejak 2006, volume ekspor NFY menuju India mengalami penurunan. Pada 2006, Indonesia mencatatkan ekspor NFY sebanyak 28 juta ton. Namun, volume tersebut langsung anjlok menjadi 9,5 juta ton pada 2007, turun lagi menjadi 8 juta ton pada 2008, dan naik kembali menjadi 9,4 juta ton pada 2009. Terakhir, ekspor NFY hanya bisa naik tipis menjadi 9,5 juta ton pada 2010.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×