Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu program prioritas pemerintah yaitu tiga juta rumah bakal menjadi harapan bisa mendongkrak pertumbuhan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Di tengah tantangan bunga tinggi hingga daya beli masih membayangi.
Sebagai informasi, pada November 2024, pertumbuhan KPR tercatat sekitar 10,3% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 781,7 triliun.
Pertumbuhan tersebut melambat dari bulan sebelumnya yang mencapai 10,8% YoY.
Baca Juga: Perbankan Tanggapi Perubahan Skema Pendanaan KPR FLPP Menjadi 50:50
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan, dukungan berbagai program pemerintah dipercaya mampu mendorong penguatan daya beli masyarakat.
Ditambah, bauran kebijakan akan menjadi pendorong tentu saja bagi perbankan dalam melakukan ekspansi kredit dan peningkatan intermediasi, termasuk dalam mendorong pertumbuhan KPR nantinya ke depan
“Data yang ada menunjukkan bahwa KPR yang disalurkan perbankan itu masih menunjukkan pertumbuhan dan perbankan juga memproyeksikan pertumbuhan kredit ke depan yang masih cukup positif,” ujar Dian, Selasa (14/1).
Meski demikian, Dian juga mengingatkan bahwa seberapa besar potensi pertumbuhannya, bank tetap perlu menjaga kondisi likuiditasnya, terutama yang berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
Baca Juga: Great Eastern Nilai Program 3 Juta Rumah Berdampak Positif Terhadap Asuransi Properti
Sebab, penerapan manajemen risiko juga perlu dipahami tidak hanya sekedar menyalurkan kredit.
“Karena ada tanggung jawab moral bank tentu saja dalam pengelolaan dana yang dapat diseluruhkan pada kegiatan produktif,” tambahnya.
Di sisi lain, ia juga menyoroti bunga KPR yang mengikuti pergerakan suku bunga kredit yang diberikan perbankan.
Di mana, pergerakan tingkat suku bunga itu dipengaruhi berbagai faktor yang tidak terlepas dari dinamika-dinamika yang ada dalam perekonomian.
Dian bilang saat ini dinamika dari global memang cenderung sangat dinamis. Alhasil, unsur ketidakpastian masih membayangi terlebih dalam situasi geopolitik, fluktuasi perdagangan global dan harga komoditas.
“Kebijakan suku bunga tentu akan merespon dinamika tersebut,” ujarnya.
Baca Juga: OJK Sebut Fintech Lending dan Modal Ventura Punya Peluang Dukung Program 3 Juta Rumah
Dari sisi likuiditas bank, Dian menambahkan bahwa EBA-SP memang menjadi instrumen yang dapat melengkapi sumber pendanaan dan menjamin stabilitas likuiditas bank. Terlebih, ia menilai ruang pemanfaatan EBA-SP masih cukup besar.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia pada 13 Januari 2025, Dian menyebutkan terdapat 9 EBA-SP yang diperdagangkan dengan total nilai sebesar Rp 2,21 triliun.
Lebih lanjut, Dian memastikan bakal ada upaya lain yang bakal dikomunikasikan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
OJK tentu harus berbicara dengan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan.
“Karena ada kebijakan moneter dan kebijakan fiskal yang terkait dengan isu-isu ini,” ujar Dian.
Baca Juga: Fahri Hamzah Pastikan Tak Gunakan Lahan Sawah Buat Program 3 Juta Rumah
Di sisi lain, Dian melihat sebenarnya perbankan masih memiliki likuiditas yang tergolong ample untuk menjalankan program tiga juta rumah.
Menurutnya, itu tercermin dari rasio likuiditas atau LDR yang di level 87,34% per November 2024.
“Likuiditas masih memadai dalam mengantisipasi peningkatan penyaluran kredit untuk mendukung program tiga juta rumah,” tambahnya.
Selanjutnya: Perbankan Tanggapi Perubahan Skema Pendanaan KPR FLPP Menjadi 50:50
Menarik Dibaca: Tips Andalkan Aplikasi Navigasi Saat Pergi Traveling
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News