Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan industri pengolahan kakao. Hal ini didukung potensi Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia, dengan total produksi sekitar 700.000 ton per tahun.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad mendorong pengembangan industri pengolahan kakao agar bisa lebih berdaya saing global.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo, mengatakan, saat ini terdapat 11 perusahaan pengolahan kakao di Indonesia dengan total nilai ekspor mencapai US$ 1,12 miliar pada 2022 atau menduduki posisi negara pengekspor keempat di dunia.
"Industri ini juga berperan mendukung hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah kakao dalam negeri,” kata dia dalam siaran pers di situs Kemenperin, Kamis (30/11).
Baca Juga: Musim Mas Group Kembangkan Varietas Baru Kelapa Sawit, Kualitas TBS Naik 30%
Edy menyampaikan, dengan adanya efek berganda dari industri pengolahan kakao, pemerintah akan berupaya menjadikan Indonesia sebagai episentrum dunia untuk sektor kakao dan olahannya. Guna mewujudkan sasaran ini, perlu langkah kolaborasi dengan berbagai pihak terkait dari hulu sampai hilir.
Menurut Edy, Indonesia unggul di produk intermediate yang meliputi cocoa pasta/liquor, cocoa cake, cocoa butter dan cocoa powder. Pangsa pasar produk intermediate kakao Indonesia mencapai 9,17% dari kebutuhan dunia. Selain sektor tersebut, Indonesia juga punya potensi di industri cokelat dan industri cokelat artisan.
Untuk industri cokelat yang menghasilkan mass product, saat ini terdapat 900-an perusahaan dengan total kapasitas produksi lebih dari 462.000 ton per tahun. "Jumlah nilai ekspor dari sektor ini sebesar US$ 76,89 juta pada tahun 2022,” imbuh dia.
Selanjutnya, untuk sektor industri cokelat artisan, Indonesia telah memiliki 31 perusahaan dengan total kapasitas produksi sebesar 1.242 ton per tahun pada tahun 2022. Umumnya industri cokelat artisan ini menggunakan bahan baku yang premium. Indonesia masih punya pasar yang menjanjikan untuk dapat mengembangkan sektor ini.
Baca Juga: Impor Masih Tinggi, Pemerintah Didesak Tingkatkan Produksi Kakao Lokal
Edy menegaskan, pihaknya proaktif menjalankan berbagai program dan kebijakan dalam upaya memacu kinerja industri yang berbasis olahan kakao. Misalnya, dengan menjaga ketersediaan bahan baku.
“Oleh karenanya, kami juga mendorong peningkatan produktivitas kakao dalam memenuhi kebutuhan di sektor industri,” kata dia.
Selain itu, Kemenperin menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri yang kompeten, mendorong pemanfaatan teknologi, dan mengoptimalkan program branding.
Kemenperin juga akan mendukung terhadap program sustainability dan traceability pada rantai pasok, meningkatkan kampanye konsumsi cokelat di dalam negeri, melakukan promosi pada ajang pameran di tingkat nasional dan internasional, serta melaksanakan program restrukturisasi mesin produksi.
Edy menambahkan, Kemenperin gencar menumbuhkan wirausaha baru di sektor industri pengolahan kakao. Apalagi, Indonesia memiliki lebih dari 600 varian atau rasa cokelat yang berasal dari berbagai daerah. "Ini menjadi potensi kita untuk terus melakukan diversifikasi dan inovasi produk,” jelasnya.
Ketua Umum Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Arief Susanto menyampaikan, terdapat pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dalam upaya pengembangan industri pengolahan kakao di Indonesia. Di antaranya adalah memastikan ketersediaan bahan baku. Langkah yang perlu ditempuh adalah meningkatkan produktivitas kakao.
“Di Indonesia terdapat lebih dari 1 juta petani kakao yang apabila peningkatan produktivitas ini terus dipacu maka akan berdampak positif pula pada peningkatan pendapatan dari para petani,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah perlu mengatasi wabah dalam penanaman kakao. Sebab, mengelola kebun kakao ini seperti bayi yang perlu perawatan. Jadi, harus ada terobosan untuk penyuluhan dalam perawatannya.
Baca Juga: Kementan Targetkan Produksi Beras Capai 54,5 Juta Ton di Tahun Ini
Menurut Arief, pemerintah perlu menjalin kerja sama dengan pihak terkait dalam upaya regenerasi petani kakao, khususnya kaum milenial.
Pemerintah pun diharapkan memasukkan industri pengolahan kakao menjadi program prioritas untuk dikembangkan di Indonesia. Pasalnya, telah terbukti memberikan dampak yang luas bagi perekonomian.
Sudah banyak sektor lain yang ikut terlibat dalam pengembangan industri kakao, seperti di sektor pertambangan. "Mereka punya program untuk menutup bekas lahan tambangnya menjadi kebun kakao sehingga turut meningkatkan pendapatan masyarakat setempat,” tuturnya.
Sementara itu, Co Founder Pipiltin Cocoa, Irvan Helmi mengemukakan, menjalankan bisnis cokelat artisan Pipiltin Cocoa dimulai sejak tahun 2013 yang berawal dari keinginan agar produk cokelat Indonesia dikenal di dunia. Hal ini didukung potensi besar dari petani lokal yang dapat menghasilkan keanekaragaman cokelat asal Indonesia dengan kualitas yang sangat baik.
Baca Juga: Perbaikan Produktivitas Tanaman Tebu di Pabrik Gula Glenmore Meningkat Signifikan
Selama menjalankan Pipiltin Cocoa, Irvan bersama karyawannya mewujudkan misi untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao Indonesia. Salah satu upayanya adalah membeli langsung dengan harga yang layak dan premium.
Sesuai dengan tema “Diversity” dan tagline “Beda-beda itu enak” yang dikampanyekan Pipiltin Cocoa, keberagaman bisa dirayakan dengan berbagai macam cara. Saat ini, Pipiltin Cocoa menghadirkan cokelat dari beberapa provinsi, seperti Ransiki Papua Barat 100%, Aceh 84%, Kampung Merasa Kalimantan Timur 74%, Aceh 73%, Ransiki Papua Barat 72%, Bali 70%, East Java 65%, Flores 65%, dan Bali 60%.
Irvan pun menilai, Indonesia merupakan negara penghasil cokelat spesifik paling beragam di dunia. Tidak ada satu negara pun yang bisa menyaingi apa yang dimiliki Indonesia.
"Mungkin ada yang bisa menyaingi jumlah ekspor, tapi tidak untuk keragaman. Ini yang membuat kami fokus ke cokelat Indonesia,” pungkas Irvan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News