kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ramai aksi akuisisi di tengah pandemi corona, Indef: Wajar


Jumat, 04 September 2020 / 17:37 WIB
Ramai aksi akuisisi di tengah pandemi corona, Indef: Wajar


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian ekonomi imbas pandemi Corona tidak menciutkan nyali perusahaan di berbagai sektor untuk melakukan akuisisi. Indef melihat aksi ini wajar terjadi, apalagi kalau perusahaan yang diambil alih memiliki prospek yang baik ke depannya. 

Ambil contoh saja, pada 27 Agustus 2020 lalu PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) mengakuisisi seluruh saham Pinehill Company Limited, produsen dan distributor mie instan di Timur Tengah, Afrika hingga Eropa. ICBP merogoh kocek hingga US$ 2,99 miliar, sebagian besar pendanaan dari fasilitas pinjaman sindikasi senilai US$ 2,05 miliar. 

Dari sektor unggas, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) bakal membeli 100% saham So Good Food atau sebesar 500.000 saham dan 0,004% saham ditempatkan dan disetor So Good Food Manufacturing atau setara dengan 1.000 saham seri A. Nilai akuisisi ini mencapai total Rp 1,21 triliun.

Baca Juga: Kinerja Champion Pacific (IGAR) terdorong permintaan multivitamin di semester I 2020

Kemudian, saat ini santer terdengar rencana Kimberly-Clark Corp, yang merupakan perusahaan terbuka asal Amerika Serikat (AS) akan akuisisi PT Softex Indonesia. Nilai dari transaksi ini mencapai US$ 1,2 miliar setara Rp 17,73 triliun (kurs US$ 1 = Rp 14.775).

Ekonom Indef, Bima Yudhistira menjelaskan aksi akuisisi di tengah pandemi karena perusahaan asing  melihat prospek jangka panjang (terhadap yang diakuisisi). 

"Memang saat ini penuh ketidakpastian, tapi Indonesia yang memiliki kelas menengah terbesar dan konsumtif tentu punya peluang pasarnya akan menggeliat lagi, sehingga ini waktu yang tepat untuk melakukan strategi ekspansi ke Indonesia," jelasnya Kontan.co.id, Jumat (4/9).  

Baca Juga: Tingkatkan daya saing, Kemenperin siapkan lab uji modern produk elektronika

Di satu sisi, lanjut Bima, selama pandemi banyak perusahaan mengalami tekanan cashflow, penurunan credit rating, bahkan sampai ada yang terancam pailit. Otomatis price to book value-nya rendah, sehingga perusahaan asing membeli dengan harga diskon.

Bima bilang selama prospek pasarnya paca-pandemi jelas, kemudian internal manajemennya tidak ada masalah serius ( seperti fraud), maka layak dibeli. 

Adapun sampai akhir tahun, Bima memperkirakan tren akuisisi masih akan berlanjut baik di sektor keuangan khususnya perbankan, juga di sektor digital seperti startup. 

"Indikatornya memang agak terbalik. Ketika ekonomi negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan anjlok makin dalam, maka potensi untuk investasi di luar negeri terutama di emerging market akan meningkat. ini prinsip utamanya," kata Bima. 

Baca Juga: Mau kurangi impor, Ancora Indonesia Resources (OKAS) berencana bangun pabrik booster

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad menambahkan dirinya melihat aksi akuisisi di tengah pandemi adalah suatu hal yang wajar terjadi. Meski  perusahaan tersebut mengalami kesulitan di tengah pandemi, tetapi tetap punya prospek yang bagus ke depannya.  

"Di sisa akhir tahun ini ada kemungkinan perusahaan di sejumlah sektor punya peluang diakuisisi yakni sektor Horeka, industri, dan transportasi. Meskipun kena imbas Corona, sektor ini punya potensi cepat tumbuh jika kondisi sudah membaik," jelasnya. 

Adapun Tauhid menegaskan kembali akuisisi perlu perencanaan matang, modal yang besar dan tentu saja balik modalnya juga jangka panjang. Oleh karenanya, perusahaan yang mengakuisisi melihat sektor yang punya potensi recovery-nya baik.

Selanjutnya: Di tengah pandemi Covid-19, Transkon Jaya (TRJA) gencar membidik kontrak baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×