Reporter: Leni Wandira | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pengalihan kepemilikan saham pemerintah di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Danantara tengah menjadi sorotan. Herry Gunawan, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, menjelaskan bahwa perubahan ini memiliki implikasi besar terhadap struktur pengelolaan BUMN dan dampaknya terhadap keuntungan serta kerugian yang bisa timbul dari badan usaha ini.
Herry menilai bahwa meskipun terjadi perubahan dalam kepemilikan saham, prinsip dasar pengelolaan BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan tetap tidak berubah. BUMN akan tetap bisa dikenakan delik korupsi, meskipun kini ada Danantara yang bertindak sebagai perantara dalam pengelolaan saham.
"Ini berarti, keuntungan dan kerugian BUMN masih menjadi tanggung jawab negara, meski disalurkan melalui Danantara, yang bertugas untuk menyetor dividen ke bendahara negara," kata Herry kepada KONTAN, Rabu (19/2).
Baca Juga: Danantara Meluncur 24 Februari, Prabowo Ungkap Arti Mendalam di Baliknya!
Secara hukum, Herry menekankan bahwa tidak ada perubahan prinsip mendasar. Hukum tetap mengakui BUMN sebagai entitas yang terpisah dari negara, sehingga masih berlaku aturan korupsi dan pengelolaan yang transparan.
Namun, yang berubah adalah penerapan prinsip Business Judgement Rule (BJR), di mana pengurus BUMN yang mengikuti prosedur dan aturan yang tepat tidak akan serta-merta dianggap bersalah, meskipun ada kerugian yang ditimbulkan. Ini berarti, selama pengelolaan dilakukan sesuai dengan aturan, maka prinsip BJR bisa diterapkan.
Baca Juga: Luhut: Banyak Perusahaan Asing Mau Bekerja Sama dengan Danantara, Ada Abu Dhabi
Perubahan penting lainnya adalah dalam struktur manajerial BUMN. Sebelumnya, Kementerian BUMN memiliki kekuasaan penuh dalam penunjukan komisaris dan direksi BUMN. Dengan hadirnya Danantara, peran tersebut kini terbagi, meskipun Kementerian BUMN tetap bisa mengusulkan kandidat.
"Ini mengurangi potensi intervensi politik dalam pengelolaan BUMN, yang selama ini sering dikritik karena adanya keterlibatan pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik dalam penunjukan jabatan strategis," jelasnya.
Herry juga menyampaikan bahwa pengelolaan BUMN berorientasi bisnis akan lebih leluasa tanpa banyak campur tangan pemerintah. BUMN dengan orientasi bisnis bisa bergerak lebih fleksibel mengikuti dinamika pasar, meskipun tetap harus selaras dengan arah kebijakan pemerintah, seperti hilirisasi industri.
"Ini memberikan keleluasaan bagi BUMN untuk mengelola bisnis mereka tanpa terlalu banyak batasan birokrasi," sambungnya.
Dengan perubahan ini, Herry optimis bahwa kinerja BUMN akan meningkat. Pengelolaan BUMN yang lebih berfokus pada prinsip bisnis, bukan politis, dapat menghasilkan keputusan yang lebih tepat dan efisien. Namun, Herry juga mengingatkan bahwa untuk mewujudkan ini, tata kelola perusahaan yang baik dan manajemen risiko yang ketat harus diterapkan.
"Jika pengurus BUMN masih melibatkan politisi yang memiliki potensi konflik kepentingan, maka harapan untuk peningkatan kinerja tersebut bisa jadi hanya mimpi belaka," kata dia.
Dengan adanya Danantara, Herry berharap bahwa pengelolaan BUMN akan lebih profesional, transparan, dan efisien, yang pada akhirnya akan membawa keuntungan yang lebih optimal bagi negara. "Namun, sejauh mana perubahan ini dapat berlangsung tanpa campur tangan politik masih harus dilihat ke depannya," pungkasnya.
Baca Juga: Tak Ada Aksi Tarik Uang di Bank BUMN, OJK: Masyarakat Sudah Dewasa
Selanjutnya: CNAF Catatkan Penyaluran Pembiayaan Baru Capai Rp 934 Miliar per Januari 2025
Menarik Dibaca: Hujan Petir Turun di Daerah Ini, Cek Prakiraan Cuaca Besok (20/2) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News