kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.564.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 16.305   -35,00   -0,22%
  • IDX 7.080   122,90   1,77%
  • KOMPAS100 1.053   23,69   2,30%
  • LQ45 827   25,88   3,23%
  • ISSI 213   1,79   0,85%
  • IDX30 425   13,62   3,31%
  • IDXHIDIV20 508   17,23   3,51%
  • IDX80 120   2,84   2,41%
  • IDXV30 124   2,46   2,02%
  • IDXQ30 140   4,41   3,25%

Rencana Penambahan Kapasitas Listrik 71 GW 70% dari EBT, Bagaimana Pendanaannya?


Rabu, 15 Januari 2025 / 16:11 WIB
Rencana Penambahan Kapasitas Listrik 71 GW 70% dari EBT, Bagaimana Pendanaannya?
ILUSTRASI. Pemerintah tengah merencanakan peningkatan kapasitas pembangkit listrik hingga 71 gigawatt (GW) yang mayoritas memanfaatkan sumber energi baru terbarukan (EBT). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/YU


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah merencanakan peningkatan kapasitas pembangkit listrik hingga 71 gigawatt (GW) yang mayoritas memanfaatkan sumber energi baru terbarukan (EBT).

Penambahan kapasitas pembangkit listrik ini dibahas dalam rapat terkait Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025 - 2034 yang digelar di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Selasa (13/1) kemarin.

Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Dokumen RUPTL PLN akan menjadi pedoman strategis untuk pengembangan dan penyediaan listrik di Indonesia selama 10 tahun mendatang. Beberapa poin utama yang dibahas meliputi kebutuhan energi nasional, peningkatan keandalan pasokan, serta pengembangan teknologi berbasis EBT.

Baca Juga: Pemerintah Targetkan Peningkatan Kapasitas Listrik 71 GW, 70% dari EBT

Dalam rapat tersebut, Erick menegaskan pemerintah telah menetapkan target 71 GW kapasitas listrik baru, di mana sekitar 70% di antaranya bersumber dari energi baru terbarukan.

"Kami memastikan transisi menuju energi bersih untuk masa depan yang lebih ramah lingkungan," tulis Erick melalui akun Instagramnya, @erickthohir.

Diberitakan Kontan sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, atau yang akrab disapa Tiko, menyebut  dokumen RUPTL ini akan difinalisasi pada Januari 2025. Proses finalisasi ini akan melibatkan Menteri ESDM dan Menteri Keuangan.

"Kami akan menyelenggarakan rapat final pada bulan ini," ujarnya.

Dalam RUPTL terbaru, PLN juga akan mengutamakan pembangunan jaringan pintar (smart grid) dan koneksi antar pulau seperti Sumatera-Jawa dan Kalimantan-Jawa. Hal ini bertujuan agar kapasitas listrik EBT di Sumatera dan Kalimantan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan di pulau Jawa.

Selain itu, Tiko menekankan pentingnya menjaga keuangan PLN tetap sehat agar dapat terus mendukung pengembangan kapasitas EBT baru dan menyediakan listrik yang terjangkau bagi masyarakat.

"Dengan pengelolaan keuangan yang baik, kami optimis dapat men-deliver energi secara berkelanjutan," tambahnya.

Baca Juga: Tambah Kapasitas Listrik 71 GW, Finalisasi RUPTL 2024-2034 Ditargetkan Januari 2025

Dihubungi Kontan, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengungkapkan, PLN akan menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan rencana penambahan kapasitas listrik sebesar 71 gigawatt (GW) dengan 70% berasal dari energi baru terbarukan (EBT), seperti yang tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2030. Rencana tersebut merupakan bagian dari strategi transisi energi yang sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan kebijakan dekarbonisasi untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih awal.

Sumber pendanaan proyek

Pendanaan dan strategi yang tepat menjadi kunci keberhasilan proyek ini. Menurut Fabby  dana untuk proyek ini bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu: Internal PLN, lembaga keuangan nasional dan internasional, pinjaman luar negeri (misalnya dari Asian Development Bank, World Bank, KFW, dan European Development Bank), hingga Penerbitan surat utang (bond) yang dijual kepada investor internasional.

Untuk proyek pembangkitan listrik, sekitar 30%-35% dikerjakan oleh PLN, sementara sisanya oleh swasta.

“Swasta biasanya mengandalkan modal sendiri dan pinjaman, sedangkan PLN dapat tentunya berasal dari internal PLN dan memanfaatkan sumber pendanaan multilateral maupun bilateral, seperti China Development Bank atau China Exim Bank,” tambah Fabby.

Baca Juga: Kementerian ESDM Telah Setujui Lebih dari 480 RKAB Perusahaan Tambang Batubara

Estimasi investasi

Fabby memperkirakan biaya untuk pembangunan kapasitas pembangkitan 71 GW mencapai sekitar US$ 150-170 miliar. Dari jumlah itu, investasi untuk pembangkit EBT yang mencakup Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), hidro, panas bumi, dan biomassa, diproyeksikan mencapai US$ 100-120 miliar.

Menurut Fabby, tambahan investasi diperlukan untuk teknologi energi lain, seperti pompa penyimpanan tenaga air (pump hydro energy storage), yang diperkirakan rampung pada 2028. Selain pembangkit, pembangunan jaringan transmisi dan distribusi juga membutuhkan investasi besar.

Tantangan dan strategi

Fabby mengidentifikasi tiga faktor utama yang memengaruhi keberhasilan implementasi RUPTL. Pertama, kebijakan dan regulasi pemerintah, artinya kebijakan yang mendukung daya tarik investasi energi terbarukan menjadi faktor kritis. Sebagai perusahaan yang tarif listriknya ditentukan oleh pemerintah, keberlanjutan bisnis PLN sangat bergantung pada regulasi yang dikeluarkan.

Kedua, kemampuan internal PLN yang ini mencakup kemampuan finansial, kecepatan eksekusi proyek, dan efisiensi dalam proses pelelangan. Fabby mencatat kelemahan dalam eksekusi seringkali menjadi hambatan, termasuk pengadaan proyek yang harus diulang akibat kurangnya peminat.

Ketiga, kapabilitas pengembang swasta. Sebab, tidak semua pengembang swasta memiliki kapasitas teknis dan finansial untuk memenuhi persyaratan PLN. Misalnya, masuk dalam daftar penyedia terbatas (DPT) PLN membutuhkan pengalaman proyek yang memadai dan keuangan yang sehat.

Menurut Fabby, skema bisnis yang melibatkan anak perusahaan PLN juga menghadapi tantangan besar, terutama dalam menarik investor ekuitas yang bersedia menanggung porsi pendanaan yang signifikan.

“Hingga kini, sebagian besar investasi datang dari investor Asia Tenggara dan Tiongkok, sementara investor dari negara Barat relatif minim,” jelasnya.

Fabby menegaskan, PLN menghadapi tantangan signifikan dalam mendanai dan mengeksekusi proyek ini, tetapi dengan kebijakan yang mendukung, penguatan kapasitas internal, dan kemitraan yang efektif dengan sektor swasta, rencana ini dapat terealisasi.

"Transisi energi adalah jalan yang tidak bisa dihindari, dan keberhasilan PLN akan menjadi faktor penentu utama dalam transformasi energi Indonesia ke depan,” tutup Fabby.

Selanjutnya: Pembatasan Ekspor Chip AI US Tak Akan Berdampak Signifikan bagi Indonesia

Menarik Dibaca: Hujan Petir Masih Terjadi, Ini Prediksi Cuaca Besok (16/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×