Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pengemudi transportasi online menyambut baik rencana parlemen bersama dengan pemerintah menggodok RUU LLAJ no 22/2019 yang masuk prolegnas pada tahun ini. Asal tahu saja, salah satu poin yang akan direvisi adalah menempatkan transportasi online sebagai transportasi publik.
Lasarus, Ketua Komisi V DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan membenarkan salah satu agenda besar dari beleid ini adalah mengatur transportasi online. Hal ini akan membuat masyarakat pengguna transportasi online baik taksi online maupun ojek online akan terlindungi keselamatannya.
Baca Juga: Dikritik Hotman Paris di perkara Grab, ini jawaban KPPU
“Ini nanti semua kita atur supaya tertib dan rapi, ini nanti kita atur juga pajak dan skema regulasinya jelas di tingkat UU,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (19/2)
Saat ini, pihaknya tengah melakukan pembahasan dengan para ahli dan pakar dan nantinya berlanjut dengan stakeholder lainnya untuk mengentahui poin-poin apa yang krusial yang perlu direvisi. Termasuk terkait dengan transportasi online ini, apa-apa saja poin yang akan diatur mengenai hubungan kerja, badan usaha dan lainnya akan dibahas secara intens.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) menyambut baik rencana memasukkan transportasi online sebagai transportasi umum di tingkat UU. Dirinya berharap UU ini akan memberikan hukum yang jelas mengenai keberadaan transportasi online termasuk hubungan antara aplikator dan pengemudi.
Pasalnya saat ini, bisnis transportasi online ini belum memiliki payung hukum yang jelas, misalnya untuk regulasi kendaraan mengacu pada Kemenhub. Sedangkan untuk aplikator berada di bawah Kominfo, mitra pengemudi di atur Kemenkop dan Kemenaker, dengan diatur di tingkat UU maka nasib pengemudi online akan lebih jelas.
Baca Juga: Tahun ini, Toyota Astra Financial Services akan fokus pembiayaan produktif
Namun dirinya menolak bila transportasi online harus mengikuti aturan sama seperti angkutan umum yang harus melakukan uji KIR hingga SIM khusus seperti yang terdapat pada UU no 22/2019 pasal 53. Sedangkan pada pasal 151 ada skema angkutan orang dengan tujuan tertentu yang seusai dengan transportasi online.
“Kami wajib urus perizinan tidak masalah tetapi kalau disamakan dengan angkutan umum pelat kuning itu keberatan. Kami beli mobil kan ada PPnBm ada pajak barang mewah, kami beli Avanza tipe E itu pelat hitam Rp 165 juta tetapi Greenline dan Bluebird beli dengan pelat kuning Rp 115 juta itu saja ada selisih, apa mau dikembalikan selisih itu ke kami?,” ujarnya.
Sementara itu, Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) menuntu adanya aturan yang menyatakan bahwa saat ini transportasi umum khususnya roda dua sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dirinya mendorong pemerintah untuk membuat roda dua memiliki legal standing sebagai transportasi publik.
Baca Juga: KPPU hadirkan ahli hukum dalam agenda sidang Grab Indonesia
“Mengenai hal KIR dan SIM Khusus tersebut dapat dilakukan kajian, seperti halnya pada kendaraan roda empat yang dijadikan taksi online. Adanya penolakan KIR membuat hal ini akan dilakukan kajian komprehensif lebih dalam mengikuti perkembangan waktu,” tambahnya.
Sementara itu sampai berita ini ditulis, pihak aplikator enggan menanggapi berkembangnya wacana transportasi online menjadi transportasi umum. Baik pihak Gojek maupun Grab yang dihubungi Kontan.co.id sama-sama belum memberikan tanggapannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News