Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
Adapun, PT Arutmin Indonesia memiliki wilayah tambang di Kalimantan Selatan dengan luas 57.107 ha. Kontrak Arutmin akan berakhir pada 1 November 2020. Selain Arutmin, ada enam PKP2B generasi pertama lain yang akan habis kontrak.
Yakni PT Kendilo Coal Indonesia (1.869 ha/13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (84.938 ha/31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (39.972 ha/ 1 April 2022), PT Adaro Indonesia (31.380 ha/1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (47.500 ha/13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (108.009/26 April 2025).
Terkait pengubahan aturan pertambangan, baik yang tertuang dalam revisi UU minerba maupun dalam UU Cipta Kerja alias omnibus law, sejumlah pengusaha PKP2B masih enggan banyak berkomentar.
Baca Juga: Hilangnya Kewenangan Pemda Dalam RUU Cipta Kerja Minerba Bisa Memicu Masalah Baru
Head of Corporate Communication Division PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Febriati Nadira mengatakan, pihaknya masih enggan mengomentari pembahasan revisi UU minerba.
Menurut Nadira, aturan yang ada saat ini telah menjamin adanya perpanjangan bagi pemegang PKP2B sepanjang bisa memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
"Kami tidak dapat berasumsi tentang sesuatu yang masih bersifat wacana. Yang kami pahami, peraturan yang telah ada saat ini telah menjamin adanya perpanjangan bagi pemegang PKP2B sepanjang dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh peraturan, yakni pemenuhan terhadap aspek administratif, teknis, lingkungan, dan finansial," terang Nadira.
Manajemen PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang merupakan induk dari PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal juga masih belum banyak memberikan tanggapan.
Yang jelas, menurut Direktur BUMI Dileep Srivastava, perpanjangan dan durasi kontrak, luas wilayah serta insentif, merupakan komponen penting dalam kepastian invetasi.
"Jangka waktu konsesi, luasan dan insentif adalah komponen penting yang dapat memacu investasi," ungkap Dileep.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News