Reporter: Febrina Ratna Iskana, Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah batal menaikkan tarif royalti produksi batubara berkalori menengah dan tinggi mulai tahun ini. Pertimbangannya antara lain ekonomi sedang lesu sementara harga batubara juga sedang rendah
Sedianya, pemerintah berniat menaikkan tarif royalti batubara dari 5% menjadi 9% untuk batubara kalori menengah. Sementara royalti batubara berkalori tinggi naik dari 7% menjadi 13,5%. "Karena mempertimbangkan harga batubara, ekonomi dan pertimbangan lainnya, pemerintah akan menunda kenaikan royalti batubara," kata Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di kantornya, akhir pekan lalu.
Lagi pula, Kementerian ESDM juga belum memasukkan usulan kenaikan tarif royalti batubara ke Badan Kebijakan Fiskan (BKF) Kementerian Keuangan, dan baru sebatas membahas kondisi bisnis pertambangan mineral dan batubara. Gatot belum menjelaskan batas waktu penundaan kenaikan tarif royalti batubara ini.
Meski batal menaikkan tarif royalti, pemerintah belum merevisi target penerimaan belanja negara bukan pajak (PNBP) yang naik dari Rp 32,3 triliun tahun lalu menjadi
Rp 52,2 triliun tahun ini. Padahal, agenda kenaikan tarif royalti ini bertujuan untuk mengejar target PNBP dari minerba. "Untuk PNBP tidak akan direvisi dulu," ujarnya.
Deputi Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengapresiasi keputusan Kementerian ESDM. Penundaan kenaikan tarif royalti untuk pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara tersebut membawa kabar positif bagi sektor industri pertambangan batubara.
Dia menjelaskan, hal itu menunjukkan pemerintah cukup peka terhadap situasi terkini yang dihadapi industri batubara. Maklum, saat ini pebisnis batubara makin tertekan akibat penurunan drastis harga batubara. "Pemerintah cukup bijak dan mau mendengar masukan dari dunia usaha," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (26/7).
Kaji target produksi
Hendra berharap pemerintah sebaiknya mengkaji lagi penetapan target produksi batubara. Tahun ini, target produksi batubara sebesar 425 juta ton. Hingga akhir Juni 2015, produksi batubara nasional mencapai 202,7 juta ton atau turun 17% dari periode sama tahun lalu yang sebanyak 245,5 juta ton.
Namun demikian, dia bisa memahami bahwa revisi target produksi batubara bukan urusan mudah dan membawa konsekuensi bagi pemerintah. Sebab, revisi ini juga berkaitan dengan target anggaran negara secara keseluruhan. Alhasil, "Hal tersebut harus disinkronkan juga dengan instansi lain terutama dengan target Kementerian Keuangan," tandasnya.
Adhi Wibowo, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM, menyatakan, revisi target itu juga tergantung pada kesiapan industri. Dia mengakui bahwa sulit mengejar target produksi 425 juta ton di tengah murahnya harga batubara dan kelesuan pasar batubara, terutama di pasar dunia.
Di sisi lain, hingga saat ini justru sejumlah perusahaan mengajukan rencana menaikkan volume produksi batubara. PT Kaltim Prima Coal, misalnya, ingin menaikkan produksi dari 52 juta ton menjadi 60 juta ton tahun ini. PT Asmin Koalindo Tuhup, serta anak usaha PT United Tractor Tbk juga berniat menaikkan target produksi. "Kami akan mengevaluasi produksi. Banyak yang turun, tapi ada juga yang naik," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News