Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana restrukturisasi PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melalui suntikan dana dari Danantara menuai sorotan.
Herry Gunawan, pengamat BUMN dari NEXT Indonesia, menilai strategi ekspansi seperti pengadaan pesawat untuk Citilink justru berpotensi menambah kerugian Garuda di masa depan.
“Dana restrukturisasi seharusnya dipakai untuk membenahi masalah mendasar yang menghambat kinerja operasional, bukan untuk ekspansi. Pengadaan pesawat termasuk kegiatan ekspansi, dan itu berisiko tinggi bagi Danantara sebagai penyuntik dana,” ujar Herry kepada Kontan, Jumat (27/7/2025).
Menurutnya, peluang keberhasilan restrukturisasi ini justru kecil karena beban keuangan Garuda masih besar, terutama dari pinjaman dan biaya sewa pesawat.
“Secara operasional, Garuda memang masih mencatat kas surplus, tapi utang dan beban sewanya menjadi masalah utama. Ditambah lagi kewajiban baru dari negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika yang mengharuskan pembelian 50 pesawat Boeing. Itu akan semakin membebani Garuda dan Citilink,” jelasnya.
Baca Juga: Danantara Suntikan Rp 6,6 Triliun ke Garuda Indonesia, Ekonom Ingatkan Hal Ini
Herry menilai, investasi Danantara ke Garuda juga tidak menjanjikan imbal hasil yang menarik.
“Ini lebih ke keterpaksaan karena perintah pemerintah, bukan murni pertimbangan bisnis. Dengan kondisi keuangan Garuda yang bertahun-tahun rugi, sulit bagi mereka untuk dapat pinjaman dari lembaga keuangan lain. Akhirnya Danantara yang harus menanggung risiko tinggi ini,” tambahnya.
Menurutnya, beban keuangan Garuda bukan hanya berasal dari pinjaman dan sewa pesawat, tetapi juga dari biaya operasional yang membengkak.
Pada 2024, beban promosi dan penjualan tiket mencapai USD 40 juta, sedangkan beban umum dan administrasi mencapai USD 47,8 juta.
Baca Juga: Danantara Suntik Modal Garuda Indonesia Rp 6,65 Triliun, Ini Peruntukannya!
“Beban operasional ini sebenarnya bisa dikontrol langsung oleh manajemen. Jika tidak ada perbaikan di sisi ini, tekanan keuangan akan semakin besar,” kata Herry.
Ia menegaskan bahwa Garuda membutuhkan restrukturisasi total, tidak hanya di sisi pendanaan tetapi juga dalam evaluasi beban dan model bisnis.
“Garuda harus mengkalkulasi ulang seluruh model bisnis, termasuk hubungan dengan anak usaha seperti Citilink, jika ingin bisnisnya berkelanjutan,” pungkas Herry.
Baca Juga: Garuda Didorong Beli 50 Boeing, Ini Risiko Skema Pendanaan Menurut Ekonom
Selanjutnya: Kurs Transaksi Bank Indonesia 25 Juli 2025: Nilai Tukar Rupiah vs Mata Uang Asing
Menarik Dibaca: Makna Lagu Terbuang Dalam Waktu dari Barasuara, Soundtrack Film Sore
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News