kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sampai saat ini baru 12.270 ha kebun sawit rakyat bersertifikat ISPO


Jumat, 14 Februari 2020 / 15:04 WIB
Sampai saat ini baru 12.270 ha kebun sawit rakyat bersertifikat ISPO
ILUSTRASI. Hamparan perkebunan kelapa sawit terlihat dari ketinggian di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (11/10).


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) telah menerbitkan 621 sertifikat ISPO hingga 16 Januari 2020 dengan luas areal 5,45 juta ha.

Bila dirinci, mayoritas yang mendapatkan sertifikat ISPO adalah perusahaan swasta dengan 557 sertifikat dan luas areal 5,25 juta ha, berikutnya PT Perkebunan Nusantara sebanyak 50 sertifikat dengan luas areal 286.590 ha.

Baca Juga: Petani sawit: Mayoritas penggunaan dana BPDPKS tak mendukung UU Perkebunan

Sedangkan, sertifikat yang diterbitkan untuk koperasi pekebun plasma dan swadaya baru sebanyak 14 sertifikat.

"Untuk pekebun sangat memprihatinkan, baru 14 sertifikat [yang diterbitkan] dengan luas 12.270 hektare, atau 0,21% dari luas kebun rakyat 5,8 juta ha," ujar Ketua Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat, Kamis (14/2).

Menurut Azis, saat ini memang masih banyak kesulitan yang dihadapi petani untuk bisa mendapatkan sertifikat ISPO ini. Pertama, mengenai pengurusan hak legalitas tanah.

Azis mengatakan, mayoritas lahan petani masih berupa surat keterangan tanah (SKT). Sementara, bila hanya menggunakan SKT belum bisa lolos ISPO karena belum diakui sebagai sertifikat hak.

Baca Juga: Hingga Januari 2020, Komisi ISPO telah terbitkan 621 sertifikat

Dia juga mengatakan, masih ada daerah-daerah yang sulit mendapatkan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), dimana STDB ini seharusnya ditandatangani bupati atas rekomendasi dari dinas perkebunan.

"Ada berbagai daerah yang bagus, seperti di Jambi yang memberi layanan keliling dan gratis. Tetapi ada di beberapa kabupaten yang bupatinya menempatkan pengurusan STDB ini di pelayanan satu atap karena masih dianggap izin, padahal ini bukan izin, sehingga harus membayar," terang Azis.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×