Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) telah menerbitkan 621 sertifikat ISPO hingga 16 Januari 2020 dengan luas areal 5,45 juta ha.
Bila dirinci, mayoritas yang mendapatkan sertifikat ISPO adalah perusahaan swasta dengan 557 sertifikat dan luas areal 5,25 juta ha, berikutnya PT Perkebunan Nusantara sebanyak 50 sertifikat dengan luas areal 286.590 ha.
Baca Juga: Petani sawit: Mayoritas penggunaan dana BPDPKS tak mendukung UU Perkebunan
Sedangkan, sertifikat yang diterbitkan untuk koperasi pekebun plasma dan swadaya baru sebanyak 14 sertifikat.
"Untuk pekebun sangat memprihatinkan, baru 14 sertifikat [yang diterbitkan] dengan luas 12.270 hektare, atau 0,21% dari luas kebun rakyat 5,8 juta ha," ujar Ketua Sekretariat Komisi ISPO Azis Hidayat, Kamis (14/2).
Menurut Azis, saat ini memang masih banyak kesulitan yang dihadapi petani untuk bisa mendapatkan sertifikat ISPO ini. Pertama, mengenai pengurusan hak legalitas tanah.
Azis mengatakan, mayoritas lahan petani masih berupa surat keterangan tanah (SKT). Sementara, bila hanya menggunakan SKT belum bisa lolos ISPO karena belum diakui sebagai sertifikat hak.
Baca Juga: Hingga Januari 2020, Komisi ISPO telah terbitkan 621 sertifikat
Dia juga mengatakan, masih ada daerah-daerah yang sulit mendapatkan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), dimana STDB ini seharusnya ditandatangani bupati atas rekomendasi dari dinas perkebunan.
"Ada berbagai daerah yang bagus, seperti di Jambi yang memberi layanan keliling dan gratis. Tetapi ada di beberapa kabupaten yang bupatinya menempatkan pengurusan STDB ini di pelayanan satu atap karena masih dianggap izin, padahal ini bukan izin, sehingga harus membayar," terang Azis.
Selanjutnya, Azis menerangkan, untuk mendapatkan sertifikat ISPO, yang diaudit adalah petani yang sudah membentuk koperasi atau lembaga yang berbadan hukum.
arena itu, dia berpendapat tugas dinas koperasi belum optimal, melihat masih banyak petani yang belum mau membentuk koperasi.
Azis juga berharap adanya kontribusi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk turut serta memfasilitasi pendanaan untuk pekebun dalam mendapatkan sertifikasi ISPO.
Baca Juga: Sepanjang 2019, GAPKI catat volume ekspor produk sawit sebesar 35,7 juta ton
Pendanaan tersebut digunakan untuk melakukan pra-kondisi, pembinaan kelembagaan, pelatihan tentang ISPO, capacity building dan lainnya. Dengan begitu, semakin banyak kebun rakyat yang mendapatkan sertifikat ISPO.
Lebih lanjut, Azis berharap, adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 serta Inpres nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit, maka komitmen berbagai pihak untuk mempercepat pelaksanaan ISPO bisa segera direalisasikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News