kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sanksi DMO akan diganti denda, begini komentar asosiasi dan pelaku usaha


Minggu, 29 Desember 2019 / 18:32 WIB
Sanksi DMO akan diganti denda, begini komentar asosiasi dan pelaku usaha
ILUSTRASI. Kementerian ESDM akan merevisi sanksi bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi kebijakan DMO


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .

Namun, Erlangga menekankan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan jika sanksi itu direvisi menjadi pemberian denda. Erlangga berpendapat, denda yang diberlakukan tidak boleh dipatok dengan satu angka tertentu. Menurut Erlangga, sanksi tersebut harus diterapkan secara proporsional berdasarkan jenis spesifikasi kalori yang dimiliki perusahaan.

Erlangga memberikan gambaran, jika harga batubara kalori tinggi berkisar di angka US$ 70-US$ 75 per ton, sementara harga batubara kalori rendah berada di angka US$ 20 per ton, maka menurutnya, nilai dendanya tentu harus berbeda. Jika denda dipatok sama, kata Erlangga, maka hal itu akan sangat merugikan bagi perusahaan batubara yang memiliki kalori rendah.

"Dendanya harus proporsional terhadap kalori, jangan dipatok satu angka. Misalnya denda dipatok US$ 2, itu maknanya berbeda bagi harga kalori rendah dan tinggi. Tidak terjangkau bagi yang kalori rendah," jelasnya.

Pandangan tersebut juga diamini oleh Ketua Umum Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo. Menurutnya, denda harus mempertimbangkan kualitas batubara, tingkat produksi dan besaran DMO yang tidak dipenuhi oleh perusahaan.

Baca Juga: Tak berubah, harga batubara DMO tahun depan tetap US$ 70 per ton

"Mengingat profit per ton tergantung juga dari mining cost, Jadi, besarnya penalti harus terbagi atas parameter kualitas batubara, dan persentasi dari harga. Kalau denda fix (di angka tertentu), menjadi tidak fair bagi perusahaan tambang," terang Singgih.

Lebih lanjut, Singgih mengingatkan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban DMO bisa terjadi karena banyak faktor, bukan semata-mata kesalahan perusahaan untuk melanggar.

Ia menjelaskan, bisa jadi kualitas batubara yang dimiliki perusahaan tidak cocok dengan tingkat kalori yang dibutuhkan pembangkit listrik atau industri di dalam negeri. Alhasil, batubara dari perusahaan tersebut tidak dapat terserap pasar domestik.

Selain itu, bisa pula lantaran industri maupun pembangkit listrik PLN atau swasta telah memiliki kontrak jangka panjang. Sehingga, ruang DMO 25% menjadi sempit dan tidak bisa dimanfaatkan oleh semua perusahaan.

Baca Juga: Tarif Listrik Untuk Pelanggan 900 VA Batal Naik




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×