Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Target pembangunan kilang minyak di dalam negeri untuk ketahanan energi Indonesia, bergantung pada keputusan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara ke depan.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaligus Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia telah menyerahkan 18 proyek hilirisasi ke Danantara.
Dua diantaranya adalah proyek kilang dan penyimpanan yang ditargetkan berada pada 18 titik yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dengan total pendanaan mencapai Rp 232 triliun, terbagi menjadi Rp 160 triliun untuk kilang dan Rp 72 triliun untuk pengadaan tangki.
"Kita akan membangun storage crude untuk ketahanan energi kita selama 21 hari. Dengan sinergi antara Satgas (hilirisasi) dan Danantara, maka insyaallah proyek yang hari ini masih menjadi rencana akan menjadi realita," kata Bahlil di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (22/07/2025).
Meski begitu, pengajuan proyek hilirisasi dari Satgas Hilirisasi ini bersamaan dengan informasi terkait Danantara berencana akan bekerjasama dengan perusahaan AS, Kellogg Brown & Root atau KBR Inc (KBR.N) untuk membangun kilang, dengan dana sebesar US$ 8 miliar atau setara dengan Rp 130 triliun.
Baca Juga: Menanti Dampak Program Danantara ke Saham Emiten BUMN
Melansir Reuters, Rabu (23/7/2025), kerja sama dengan KBR Inc ini spesifik pada pengembangan kilang modular. Jenis kilang ini adalah jenis kilang yang didesain menyesuaikan volume dan kapasitas minyak yang ditampung.
Dalam catatan Kontan, CEO Danantara Rosan Roeslani tidak membantah ataupun membenarkan terkait kabar itu. Namun, ia menegaskan, Danantara tetap memprioritaskan penanaman modal di dalam negeri.
"Memang ada porsi investasi kita bilangnya 80%-20%, investasi 80% fokus di Indonesia, 20% ke luar tidak hanya AS tapi negara lain," kata Rosan di Istana Merdeka, Selasa (22/7).
Seperti namanya, kilang modular mengandalkan fleksibilitas dalam pengoperasiannya. Kilang ini bisa dibongkar dan dipindahkan kembali sewaktu-waktu jika dibutuhkan, menyesuaikan design teknis dan kapasitasnya.
Terkait pengembangan kilang, antara mengikuti roadmap Satgas Hilirisasi atau mengikuti kerjasama dengan KBR Inc, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo mengungkap, dari sisi teknis, kerjasama dengan AS lebih memungkinkan dilakukan dalam jangka pendek.
"Dalam situasi seperti ini (perang dagang) menurut saya, dengan perkembangan perang tarif, jangka pendek kita ikutin saja Kilang Modular dari USA. Sementara, jangka menengah adalah membangun kilang di dalam negeri," ungkap dia kepada Kontan, Jumat (25/07/2025).
Baca Juga: Danantara Garap Berbagai Program Kerja Strategis, Begini Dampaknya Bagi Emiten BUMN
Ismoyo menambahkan, jika target dari pemerintah adalah membangun kilang konvensional maka perlu perhitungan jangka panjang dan penetapan lokasi yang akurat.
"Kalau kilang konvensional, adalah kilang yang di bangun permanen untuk mengolah minyak menjadi BBM dengan volume kapasitas tertentu. Kilang seperti ini sifatnya jangka panjang dan harus fix koordinat," tambahnya.
Senada, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar mengatakan, pengembangan kilang dengan kerjasama AS menurutnya lebih mendesak.
"Kilang itu modal besar, akan jauh lebih baik bila ada investasi luar karena akan berbagi modal dan risiko. Kalau dengan AS, ini akan terkonversi juga dengan tarif ekspor dan hubungan diplomatik ekonomi kita," jelasnya.
Adapun, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menyebut pembangunan kilang juga harus memperhitungkan dana Outside Battery Limit (OSBL) dan Inside Battery Limit (ISBL).
"ISBL itu inti (biaya) dari kilangnya sendiri, tapi yang perlu diperhatikan OSBL-nya, ini fasilitas penunjang kilang, itu kompleksitasnya juga sama dan biaya tidak murah," ungkapnya.
Ia menambahkan, terdapat potensi pembengkakan biaya atau cost overrun dalam membangun proyek besar ini.
Baca Juga: Airlangga: Danantara Siap Investasi Sektor Mineral Kritis di Amerika Serikat
"Ada potensi cost overrun, pas mulai pembangunan biasanya membengkak. Apalagi ini yang ditargetnya kan 18 kilang, ini pasti kilang-kilang kecil," tambah dia.
Disisi lain, Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menyebut kesepakatan Indonesia dengan AS melalui tarif Trump dinilai bisa diselaraskan dengan target pembangunan kilang ini.
"AS saat ini memang sedang kuat di migas, baik di hulu maupun midstream-downstream-nya. Di luar aspek biaya, dari sisi geopolitik yang terkait jaminan suplai bahan mentah, dapat dikatakan ada sisi strategis dalam hal kesepakatan kita dengan AS di bidang energi, migas khususnya," kata dia, Sabtu (26/07).
Masuknya kilang dalam program prioritas hilirisasi menurut dia menunjukkan kesiapan Indonesia untuk membangun kilang di dalam negeri.
"Selama ini stagan (pembangunan kilang) kan lebih kepada aspek political will, pendanaan, dan prioritas pilihan investasi. Kalau sekarang sudah dimasukkan ke dalam program prioritas, artinya kita memang sudah lebih siap," jelasnya.
Selanjutnya: Hingga Juni 2025, BPD DIY Telah Salurkan KUR Rp 658 Miliar
Menarik Dibaca: Makna Lagu Terbuang Dalam Waktu dari Barasuara, Soundtrack Film Sore
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News