Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Media sosial bak pisau bermata dua. Di satu sisi menjadi sarana promosi yang ampuh. Di sisi lain, tampilan di layar ponsel bisa berbahaya.
Laporan terbaru UNICEF Indonesia dan Fix My Food menemukan fakta, 43% anak muda menyukai makanan tidak sehat karena visual menarik, terutama di media sosial.
Core Research Fix My Food, Syafa Syahrani mengatakan, hal itu sinyal bahaya. Apalagi, makanan-makanan tersebut kebanyakan jenis makanan ultra-processed yang tinggi gula, garam dan lemak. "Penampilan, aroma, dan penyajian makanan sangat mempengaruhi pilihan mereka," kata Syafa, pekan lalu.
Baca Juga: Banyak Anak Obesitas, Ini Cara Tepat Mencegah Anak dari Obesitas
Menurutnya, daya tarik visual dan sensorik menjadi faktor dominan keputusan konsumsi, mengalahkan aspek-aspek lain seperti nilai gizi. Temuan ini mencerminkan betapa kuatnya pengaruh iklan digital terhadap pola makan generasi muda Indonesia.
Temuan Fix My Food juga menunjukkan bahwa selain pengaruh visual, faktor ketersediaan dan kedekatan lokasi juga memainkan peran penting. Sebanyak 13% responden memilih makanan di sekitar mereka atau apa yang mereka temui dalam keseharian.
UNICEF Indonesia menyatakan, dari 295 iklan yang dianalisis di media sosial terdapat fakta, mayoritas mempromosikan produk makanan ringan, makanan olahan, minuman ringan, dan makanan cepat saji. Semua makanan ini tinggi gula, lemak jenuh, dan kalori.
Baca Juga: Menkes Budi: Obesitas Bisa Sebabkan Kematian Sebelum Penderitanya Capai Usia 74 tahun
Nutrition Specialist UNICEF Indonesia David Coloma menyebut, sebanyak 85% merek besar mempromosikan produk yang tidak sesuai untuk anak-anak. "Pemasaran makanan yang tidak sehat adalah pendorong utama di balik meningkatnya angka kelebihan berat badan dan obesitas," ujarnya .
Walhasil, kasus penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes meningkat. Keduanya menjadi penyebab utama berbagai penyakit serius seperti jantung, stroke, dan gangguan ginjal.
Menurut dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, kasus obesitas sentral naik dari 18,8% menjadi 36,8% pada tahun 2023. "Tren ini terjadi di banyak negara," tegas Nadia. Kemudahan memesan makanan secara online juga ikut mendorong peningkatan konsumsi pangan olahan dan cepat saji.
Selanjutnya: Likuiditas Ketat, Pertumbuhan Simpanan Giro Perbankan Ikut Lesu
Menarik Dibaca: Edukasi Hidup Bersih dan Sehat, Guardian Gelar Guardiancares
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News