kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejak awal tahun, SPS Group sudah bangun 7.500 rumah


Selasa, 04 September 2018 / 21:15 WIB
Sejak awal tahun, SPS Group sudah bangun 7.500 rumah


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group masih akan terus fokus dalam membangun rumah subsidi yang diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) guna mendukung program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintah.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya sejak 2015, SPS group menargetkan akan membangun 15.000 rumah tahun ini. Hingga Agustus 2018, perusahaan sudah merealisasikan pembangunan sekitar 7.500 unit.

"Di sisa tahun ini, kami masih harus membangun 7.500 unit rumah lagi untuk mencapai target 15.000 tersebut," kata Asmat Amin, Managing Director SPS di Jakarta, Selasa (4/9).

Dari target tahunan SPS Group sekitar 70% merupakan rumah MBR dan 30% merupakan hunian komersial. Dalam melakukan pengembangan bisnis, perusahaan ini masih fokus di wilayah timur Jakarta seperti di Karawang, Purwakarta, hingga ke Subang, Jawa Barat

Dalam pengembangan hunian MBR, SPS Group masih akan fokus di segmen rumah tapak. Perusahaan belum berani masuk segmen vertikal karena aturannya saat ini dinilai masih belum jelas. "Selama kebijakannya belum jelas kami belum mau membangun rusunami," ujar Asmat.

Lantaran konsistensinya dalam pengembangan rumah subsidi, SPS Group kembali menyabet penghargaan sebagai Pengembang KPR Subsidi Terbanya dari Property Award pada 14 Agustus 2018. Penghargaan tersebut merupakan kali ketiga yang diraih SPS Group.

Tahun ini, SPS Group mengenal empat proyek baru. Pertama, Grand Subang Residence dengan luas lahan 30 hektar (ha) dengan total 2.800 unit, Villa Kencana seluas 30 ha, Grand Vista Cikarang 160 ha, dan Grand Cikarang City II 160 ha yang rencananya akan dikembangkan menjadi 15.000 rumah.

"Grand Cikarang City II ini baru kami luncurkan dan rencananya akan kami bangun 2.500 rumha hingga akhir tahun disana. Kami mau buat akad kredit massal dalam waktu dekat." kata Asmat.

Sementara tahun depan, SPS Group akan kembali mengembangkan proyek baru di wilayah timur Jakarta dengan luas pengembangkan di atas 100 ha. Proyek ini juga masih akan difokuskan untuk rumah subsidi.

Menurut Asmat, untuk memenuhi kekurangan perumahan atau backlog yang masih berada di angka 11 juta saat ini ditambah dengan peningkatan kebutuhan hunian sekitar 800.000 unit per tahun bukan perkara mudah. Seluruh elemen bangsa harus bahu-membahu membantu merealisasikan pembangunan Sejuta Rumah.

Dia mengatakan, untuk mengatasi kondisi tersebut sebetulnya tidak cukup hanya membangun sejuta rumah setiap tahun. Menurutnya, perlu membangun 3 juta hunian setiap tahunnya agar masalah itu bisa diselesaikan dalam lima tahun ke depan.

Oleh karena itu, Asmat melihat tidak bisa hanya mengandalkan pengembangan rumah tapak untuk mengatasi kekurangan rumah tersebut karena jumlah lahan semakin terbatas. Pemerintah harus mendorong pengembangan ke arah rusunami. "Aturan pembangunan rusunami hingga saat ini belum jelas. Agar masalah backlog bisa diatasi, kebijakan soal rusunami ini harus lebih diperjelas lagi," katanya.

Selain itu, Asmat menyarankan agar dalam lima tahun ke depan Pemerintah membuat program pembangunan rumah bagi MBR tersendiri yang lebih massif, terstruktur, dan terencana guna mengatasi persoalan tersebut. Selain itu, Pemerintah juga harus berani menawarkan insetif yang menarik bagi dunia usaha sehingga developer baik BUMN maupun swasta dengan sendirinya berbondong-bondong membangun hunian terjangkau bagi MBR.

“Saat ini, kan hampir semua developer enggan membangun hunian murah lantaran belakangan ketersediaan tanah untuk pengembangan hunian MBR di sejumlah wilayah strategis sudah semakin langka. Sementara pemerintah mematok harga jual rumah subsidi per meter persegi," lanjutnya.

Pembatasn harga jual per meter persegi (m²) menurut Asmin menyulitkan pengembang untuk membangun rumah subsidi. Sebab harga lahan berbeda-beda di setiap lokasi. Jika harga per luas bangunan sudah dikunci, pengembang tentu tidak akan bisa untung. "Kalau justru rugi, pengembang tidak akan mau bangun subsidi. Makanya kami sarankan, harga boleh dipatok tetapi jangan harga per m² yang dikunci," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×