Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah tantangan akan membayangi industri petrokimia tahun ini. Apalagi di tahun politik, industri petrokimia harus bersiap-siap menghadapi iklim bisnis yang diwaspadai kurang stabil.
Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Didik Susilo mengungkapkan, ada sejumlah tantangan akan membayangi industri petrokimia tahun ini. Pilkada serentak dan pemilu menjadi agenda politik yang menjadi perhatian masyarakat banyak.
"Sementara tantangan tersebut masih kami hadapi sampai saat ini," ujar Didik saat pembukaan konferensi "Indonesia Petrochemical & Plastic Industry Outlook 2018" yang berlangsung, Senin (5/2).
Didik menyebut tantangan industri petrokimia yang lainnya ialah soal cukai plastik. Lalu program penurunan volume sampah 25% oleh pemerintah yang direncanakan juga ditengarai bakal mempengaruhi langsung terhadap penurunan konsumsi barang plastik.
"Belum lagi ada perjanjian perdagangan bebas (FTA) antara Asean dengan China, hal ini bakal menimbulkan lonjakan harga produk jadi plastik," kata Didik.
Akibatnya impor barang jadi plastik masih tinggi, kisaran US$ 2 miliar atau senilai 800.000 ton tiap tahunnya. "Sementara itu saat ini belum ada intergrasi antara industri petroleum dan petrokimia, sehingga ketersediaan bahan baku terbatas," tutur Didik.
Adapun sampai di 2017 lalu pertumbuhan industri petrokimia masih di kisaran 8%-10%. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada pertumbuhan total industri manufaktur di 2017 yang besarnya 4,42%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News