Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri makanan dan minuman (mamin) masih kokoh di meski dihantam pandemi corona (covid-19). Buktinya, industri mamin menjadi salah satu dari sebagian kecil industri yang tidak mengalami kontraksi di enam bulan pertama.
Berdasarkan data Badan Pusat Statisik (BPS) yang dirilis pada 5 Agustus 2020 lalu, industri mamin tercatat masih mengalami pertumbuhan tipis sebesar 0,22% pada kuartal II 2020 dibanding kuartal II tahun 2019 lalu. Sementara itu, pertumbuhan industri mamin di kuartal I 2020 tercatat sebesar 3,94% dibanding periode sama tahun lalu.
Sebagai pembanding, sebagian besar industri manufaktur lainnya mengalami koreksi di tengah pandemi yang mewabah. Industri tekstil dan pakaian jadi misalnya, tercatat mengalami kontraksi sebesar 14,23% secara tahunan atau year-on-year (yoy) di kuartal II 2020.
Begitu pula industri manufaktur lain seperti industri karet, barang dari karet dan plastik yang terkontraksi sebesar 11,98% yoy dan industri mesin dan perlengkapan yang terkontraksi 13,42% yoy di kuartal II 2020.
Ketua Umum Gabungan Makanan & Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman mengatakan, pertumbuhan industri mamin di enam bulan pertama salah satunya ditopang oleh konsumsi beberapa produk seperti produk-produk susu berikut turunannya (dairy product), minyak goreng, dan lain-lain.
Baca Juga: Emiten Konsumer Menanti Efek Bansos, Simak Rekomendasi Saham UNVR dan MYOR
“Produk mamin seperti dairy product, makanan olahan, minyak goreng, dan makanan kaleng ini masih cukup baik konsumsinya di masa pandemi, mungkin ini berkorelasi dengan meningkatnya tren memasak di rumah,” kata Adhi Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (10/8).
Tren permintaan produk makanan dan minuman yang stabil nampaknya juga dirasakan oleh sejumlah emiten barang konsumer. Ambil contoh PT Siantar Top Tbk (STTP) misalnya.
Produsen makanan ringan yang dikenal dengan produk camilan Mie Gemez tersebut mencatatkan pertumbuhan penjualan neto sebesar 8,66% yoy menjadi Rp 1,80 triliun di semester pertama tahun ini. Sebelumnya, penjualan neto STTP hanya mencapai Rp 1,65 triliun pada semester pertama tahun lalu.
Pertumbuhan serupa juga dirasakan oleh PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) atau Sido Muncul. Sepanjang Januari - Juni 2020 lalu, penjualan segmen makanan dan minuman Sido Muncul tumbuh double digit 16,28% yoy menjadi Rp 469,16 miliar di semester I 2020 dari semula Rp 403,45 miliar di semester I 2019.
Untuk diketahui, produk makanan dan minuman berkontribusi sebesar 32,14% dari total penjualan Sido Muncul di semester I 2020. Sementara itu, sebanyak 63,24% penjualan lainnya berasal dari penjualan segmen jamu herbal dan suplemen, sisanya dari segmen farmasi.
Direktur PT Siantar Top Tbk Armin menilai, industri mamin merupakan industri yang seharusnya memiliki ketahanan paling kuat pada kondisi krisis, sebab keberadaannya berkaitan dengan kebutuhan dasar manusia. Itulah sebabnya, penjualan STTP masih mampu bertumbuh, disamping juga didorong oleh upaya dan strategi perusahaan yang dilakukan untuk mengerek kinerja.
Baca Juga: Berikut tanda tubuh kekurangan vitamin B12 yang harus Anda cegah
“Kalau sampai industri makanan dan minuman sampai ikut terdampak, berarti sudah gawat krisisnya,” kata Armin kepada Kontan.co.id, Senin (10/8).
Sementara itu, Direktur Keuangan Sido Muncul Leonard menjelaskan, pertumbuhan penjualan segmen makanan dan minuman perusahaan didorong oleh penjualan produk-produk seperti jahe, kopi jahe, dan vitamin C yang memang memiliki khasiat untuk kesehatan. Kebetulan, produk-produk tersebut masuk ke dalam kategori makanan dan minuman dalam pembukuan SIDO.
Menurut Leonard, permintaan produk-produk yang demikian cukup tinggi lantaran minat masyarakat terhadap produk-produk mamin yang memiliki khasiat baik untuk kesehatan meningkat seiring mewabahnya pandemi. Di sisi lain, pertumbuhan segmen makanan dan minuman diduga juga dipicu oleh kehadiran produk-produk baru yang diluncurkan perusahaan.
“Setiap tahun kami memang menargetkan bisa meluncurkan 2-3 produk/varian baru, baik di segmen makanan minuman, jamu herbal dan suplemen, maupun farmasi. Sampai Juni ini, di tahun 2020 kami sudah keluarkan 14 produk/varian baru,” kata Leonard kepada Kontan.co.id, Senin (10/8).
Ke depannya, sektor industri mamin dipercaya masih memiliki prospek yang positif. Armin bilang, pertumbuhan di sektor mamin akan didorong oleh aktivitas ekonomi yang mulai kembali bergeliat secara perlahan di era normal baru (new normal) serta stimulus dari pemerintah dalam bentuk program bantuan sosial tunai yang dicanangkan pemerintah.
Kedua hal itu, menurut Armin akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga konsumsi masyarakat khususnya di sektor mamin bisa terungkit. Proyeksi ini dirumuskan atas dasar asumsi bahwa penanganan wabah corona di Indonesia bisa berjalan di bawah kendali. Itulah sebabnya, STTP sejauh ini masih berpegang pada target pertumbuhan penjualan sebesar 10% dibanding realisasi tahun sebelumnya pada tahun ini.
Baca Juga: Perry Warjiyo: Ada tiga pelajaran yang bisa dipetik dari Covid-19
Senada, Adhi mengatakan bahwa prospek industri mamin di semester kedua akan sangat bergantung pada daya beli masyarakat yang dipengaruhi oleh realisasi belanja pemerintah, pencairan gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara (ASN), serta stimulus-stimulus seperti bantuan sosial tunai dan bantuan pemerintah untuk pengusaha UMKM.
Menurut Adhi, ketika faktor-faktor pendorong tersebut terpenuhi, industri mamin akan menjadi salah satu industri yang paling cepat merasakan efek positif realisasi belanja dan stimulus dari pemerintah lantaran berhubungan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Sampai tutup tahun nanti, Adhi memperkirakan industri mamin akan tumbuh di kisaran 1%-2% dibanding tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News