Reporter: Aprillia Ika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Jika Anda warga sekitar ibukota, mungkin sudah akrab dengan kehadiran ritel elektronik besar seperti Electronic City, Electronic Solutions, Agis, atau Best Denki. Di tempat-tempat inilah, pembeli bisa mendapatkan berbagai barang elektronik secara lengkap layaknya hipermarket.
Namun, dalam kondisi krisis tempat-tempat seperti ini sepertinya tidak terlalu ramai dikunjungi pengunjung. Pasalnya, masyarakat sekarang lebih mementingkan kebutuhan dasarnya daripada berbelanja barang elektronik.
Dus, gerai ritel elektronik modern ini harus bersaing ketat dengan toko tradisional dan hipermarket. Saat ini, porsi penjualan elektronik terbesar dipegang toko tradisional dengan 70%. Baru hipermarket sebesar 20% dan ritel elektronik modern sebesar 10%. Tak heran, di tengah ceruk pasar yang sempit, persaingan antar gerai ritel elektronik modern sendiri kian sengit. Apalagi dari segi harga.
"Untuk bisnis ritel, harga memang sensitif karena barang yang kita perdagangkan juga sama," ujar Willy Sutanto, Junior Manager Marketing Program Departemen Head Electronic City.
Menurut Willy, persaingan industri ritel bakalan makin ketat. Karena Willy melihat adanya pertumbuhan retailer asing dan lokal. "Akan tetapi pasar tetap terbuka. Karena penjualan dari toko tradisional juga masih banyak kontribusinya ke total penjualan elektronik," tukas Willy.
Untuk mengatasi sengitnya persaingan, Willy mempunyai beberapa cara jitu. Pertama adalah dengan terus menambah gerai Electronic City. Electronic City sendiri saat ini memiliki sepuluh gerai. Kebanyakan berada di Jabodetabek.
"Untuk memperbesar market share, kita akan membuka satu atau dua gerai tahun ini. Lokasinya di Jabodetabek," janji Willy. Lokasi Jabodetabek sendiri dipilih karena 70% kontribusi penjualan elektrink di Electrinic City berasal dari daerah ini.
Menurut Willy, saat ini posisi Electronic City di pasar ritel elektronik modern masih di urutan teratas dengan market share 40% sampai 50%. "Kami berharap dengan adanya penambahan gerai akan ada pertumbuhan yang sebanding dengan pertumbuhan industri elektronik. Yaitu antara 5% sampai 10%," lanjut Willy.
Selain memperbanyak gerai, Electronic City juga akan memperbaiki pelayanan di gerainya. "Kita akan tarik pelanggan dengan cara ini," ujar Willy optimistis.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan penawaran harga yang menarik untuk barang-barang cepat laku seperti TV. "Kontribusi penjualan TV sebesar 40% dari total penjualan di Electronic City," beber Willy. Seteleh TV, elektronik rumah tangga menempati urutan kedua dengan 20%.
Maka, Electronic City memakai cara subsidi silang. "Margin harga barang cepat laku diperkecil, sementara yang tidak cepat laku seperti ponsel dan produk TI diperlebar," ungkap Willy. Dengan cara ini, pelanggan akan terus tertarik membeli di Electronic City daripada gerai ritel elektronik lainnya.
Peritel elektronik lainnya, Agis Electronic juga mengakui semakin ketatnya persaingan antar ritel elektronik. Apalagi ketika krisis menjelang. Sayangnya, pihak menejemen Agis belum mau berkomentar lebih jauh. "Saat ini kami belum bisa berkomentar banyak," tegas Steven Kesuma, Direktur Agis Electronic.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News