Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai disahkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PLN Indonesia Power (PLN IP) PLN Indonesia Power melaporkan telah merancang langkah strategis jangka menengah hingga panjang.
Secara garis besar, startegi ini dibagi menjadi tiga, yang pertama terkai pembangunan pembangkit EBT, pemanfaatan biomassa untuk cofiring di PLTU eksisting, serta ekspansi program energi surya dari hulu ke hilir.
“PLN Indonesia Power memiliki peran sentral dalam peta jalan transisi energi Indonesia. Kami siap menjadi pemain kunci dalam mengimplementasikan RUPTL 2025-2034 dengan pendekatan yang inovatif dan kolaboratif. Kami percaya, keberlanjutan adalah masa depan bisnis kelistrikan,” ujar Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra, dalam keterangan tertulis, Rabu (4/6).
Lebih lanjut, Edwin mengungkapkan potensi tenaga surya Indonesia yang mencapai 3.295 GW sebagai peluang besar yang akan dimanfaatkan secara optimal.
Baca Juga: Kementerian ESDM Resmi Rilis Dokumen RUPTL PLN 2025-2034
“Indonesia hanya memiliki dua musim, yang memungkinkan pemanfaatan sinar matahari sepanjang tahun untuk pembangkitan listrik berbasis PLTS. Oleh karena itu, kami mengambil langkah strategis dengan membangun industri PLTS dari hulu hingga hilir, sekaligus mempercepat transisi energi menuju Net Zero Emission pada 2060,” jelas Edwin.
Di sisi hulu, PLN Indonesia Power melalui perusahaan patungan PT Trina Mas Agra Indonesia (TMAI) yang merupakan hasil kolaborasi antara PLN Indonesia Power Renewables, Trina Solar Co. Ltd, dan PT Dian Swastatika Sentosa telah membangun pabrik panel surya terintegrasi pertama di Indonesia.
Pabrik ini memproduksi sel dan modul surya di satu lokasi dengan teknologi Tunnel Oxide Passivated Contact (TOPCon) yang memiliki efisiensi hingga 23,2%.
“Pabrik ini kami kembangkan bersama perusahaan kelas dunia untuk memenuhi permintaan energi terbarukan nasional. Teknologi N-type TOPCon yang kami gunakan telah memenuhi standar bankability AAA dari BNEF, menjadikan produk kami efisien dan andal. Ini bukti keseriusan kami membangun industri EBT dalam negeri,” tambah Edwin.
Di sisi midstream dan downstream, anak usaha PLN Indonesia Power Services menjadi ujung tombak dalam pembangunan, instalasi, dan pemeliharaan PLTS.
Beberapa proyek strategis telah dilaksanakan melibatkan sektor swasta, seperti PLTS PT AIIA dan PT ADSMIN dengan kapasitas total 900 kWp.
PLN Indonesia Power juga memperkuat portofolio EBT melalui PLN Indonesia Geothermal, yang tidak hanya mengembangkan pembangkit panas bumi, tetapi juga proyek PLTS dengan total kapasitas 21,5 Megawatt Peak (MWp) di berbagai wilayah seperti TMMIN, YIMM, dan AICC.
“Selama lima tahun terakhir, PLN Indonesia Geothermal juga telah menghasilkan energi hijau sebesar 5,6 GWh, setara dengan pengurangan emisi karbon sebanyak 4.760 ton,” ujar Edwin.
Selain surya dan panas bumi, PLN Indonesia Power juga siap mengembangkan berbagai potensi energi baru terbarukan lainnya yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan sumber EBT lainnya.
Baca Juga: PLN Bakal Bangun Green Super Grid Sepanjang 47.758 KMS
Melalui program Hijaunesia dan Hydronesia, PLN Indonesia Power juga membuka peluang kolaborasi dengan investor nasional dan global untuk mempercepat pembangunan pembangkit berbasis surya dan hidro di seluruh Indonesia.
Sebagai subholding generation company terbesar se Asia Tenggara, PLN Indonesia Power berkomitmen tidak hanya menjadi penyedia listrik yang andal, tetapi juga pionir dalam mendorong sistem energi nasional yang bersih, tangguh, dan berkelanjutan.
Sebelumnya, dalam peluncuran RUPTL, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa dalam Kabinet Pemerintahan Prabowo-Gibran sangat fokus terhadap kedaulatan energi dan transisi energi.
"Komitmen Paris Agreement terhadap transisi energi mulai ke sini tidak lagi menjadi hal yang menjadi komitmen bersama. Tapi kita tetap harus konsisten untuk menjalankan ini dengan memperhatikan kemampuan kita dan tingkat ketersediaan energi dan keekonomian. Ini oportunity yang sangat bagus sekali dan hasilnya adalah 76% itu menuju kepada energi baru terbarukan,” ujar Bahlil.
Lebih rinci, dalam RUPTL 2025–2034 menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 Gigawatt (GW), di mana lebih dari 76% atau 52,9 GW di antaranya berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT) dan Storage.
Dengan target pembangkit EBT yang terbagi atas pembangunan tenaga surya sebesar 17,1 GW, tenaga hydro sebesar 11,7 GW, Angin 7,2 GW, Panas Bumi 5,2 GW, Bioenergi 0,9 GW, Nuklir 0,5 GW serta alokasi khusus Storage 10,3 GW.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News