Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merencanakan pembentukan cluster alias pengelompokan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam waktu mendatang.
Langkah ini diklaim SKK Migas sebagai salah satu upaya efisiensi terhadap industri hulu migas serta demi mendongkrak produksi serta lifting KKKS. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto bilang nantinya akan ada pembentukan enam hingga tujuh cluster.
"Harus ada sinergi antara KKKS, akan ada clustering sekitar enam hingga tujuh. Harus ada kerjasama dan infrastruktur jangan sendiri-sendiri," terang Dwi, pada gelaran IPA Convex 2019.
Baca Juga: Pertamina Hulu Energi (PHE) targetkan pengeboran lima sumur migas di Nunukan
Lebih jauh Dwi mengungkapkan, salah satu bentuk kerjasama yang dimungkinkan dengan clustering yakni seperti pengadaan rig. Nantinya setiap cluster dapat bekerjasama dalam pengadaan rig dan dapat dipakai bersama-sama.
Asal tahu saja, sejumlah kontraktor mengungkapkan kendala yang kerap dialami dalam pengadaan rig. Iklim investasi migas tanah air yang kurang riuh disebut jadi salah satu indikator sulitnya mendapatkan rig.
Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, Direktur IPA sekaligus Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf menilai kesulitan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam memperoleh rig secara umum disebabkan belum adanya ketersediaan rig di sekitar wilayah Indonesia.
"Perusahaan penunjang memperhitungkan keekonomiannya soal peluang ditempat lain. Kesulitan ini umumnya dirasakan yang offshore," jelas Nanang.
Baca Juga: EOG Resources minati dua potensi temuan migas tanah air
Penurunan aktivitas eksplorasi juga dinilai sebagai penyebab kesulitan pengadaan rig oleh sejumlah KKKS. Tumbur berpendapat, jika ada banyak rencana pengeboran maka para perusahaan penunjang rig akan tertarik untuk datang.
Disisi lain, Pendiri Reforminer Institute sekaligus Pengamat Migas Pri Agung Rakhmanto menilai aktivitas pengeboran (jumlah rig) merupakan salah satu indikator keriuhan aktivitas operasional lainnya. "Jika sulit (pengadaan rig), maka aktivitas disini kalah dengan tempat lain," jelas Pri.
Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Ekplorasi SKK Migas Shinta Damayanti menyebutkan, upaya ini sebagai upaya yang dilakukan SKK Migas untuk memangkas hal-hal yang dinilai jadi penghambat dalam pengembangan industri migas.
"Sedang ke arah sana (pembentukan cluster), kita tahu pengadaan rig susah jadi kita coba untuk yang konsorsium bagi yang sendiri-sendiri," sebut Shinta, Jumat (6/9). Namun, Shinta memastikan pembahasan ini masih berlangsung di lingkup SKK Migas dan belum disosialisasikan secara resmi kepada para KKKS.
Demi mengakomodir aturan clustering, SKK Migas nantinya berniat menuangkan hal tersebut dalam Pedoman Tata Kerja (PTK) SKK Migas ataupun melalui Surat Edaran. Sayangnya baik Dwi maupun Shinta belum bisa memastikan kapan aturan tersebut akan mulai diberlakukan.
Asal tahu saja, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat data produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi pada semester I-2019 mencapai 1.808.000 Barel Oil Equivalent Per Day (boepd).
Baca Juga: Begini jurus Pertamina Hulu Mahakam optimalkan produksi di wilayah kerja (WK) Mahakam
Jumlah tersebut setara dengan 90% dari target rata-rata harian yang tertera dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher merinci, total lifting migas tersebut terdiri dari lifting minyak sebesar 752.000 barrel oils per day (bopd) atau 97% dari target APBN.
Sedangkan untuk lifting salur gas hingga paruh pertama tahun ini sebesar 5.913 million standard cubic feet per day (mmscfd) atau 86% dari target APBN.
"Secara umum decline rate saat ini secara alamiah rata-rata pada kisaran 15%-20% pada mayoritas lapangan mature di Indonesia," kata Wisnu saat dihubungi Kontan.co.id, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Pertamina EP terapkan Tanjung Polymer Field Trial (TPFT)
Kendati demikian, Wisnu meyakinkan bahwa decline rate, khususnya untuk minyak akan dapat diminimalkan di bawah 5%. Hal itu dilakukan dengan pengembangan baru melalui pengeboran sumur baru, onstream proyek baru, dan pemeliharaan yang optimal.
Wisnu berharap, pada Semester II-2019, sejumlah lapangan akan mulai onstream. Yakni lapangan YY-ONWJ, Panen-Jabung, dan Kedung Keris-Cepu. "Itu akan memberikan tambahan produksi minyak secara total sekitar 10.000 bopd, mulai Kuartal IV 2019," jelas Wisnu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News