Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua emiten energi terbarukan, PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), mengambil langkah berbeda terkait proyek waste to energy (WtE) atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
TOBA memilih tidak ikut serta dalam gelombang pertama lelang proyek WtE, sementara OASA sudah menentukan arah dan calon konsorsiumnya.
Baca Juga: Schneider Electric Hadirkan MCSet Digital untuk Keandalan Energi
Direktur TOBA Juli Oktarina mengatakan, perseroan masih akan mengkaji peluang keterlibatan di proyek tersebut.
“Kita mau melihat dulu. Tahun 2025 baru selesai yang Cora Environment, kita lihat kapasitas internal seperti apa, dan bagaimana eksekusi di lapangan,” ujar Juli saat ditemui Kamis (20/11/2025).
Sebagai informasi, Cora Environment merupakan anak usaha TOBA yang disiapkan menjadi salah satu jangkar bisnis setelah perusahaan sepenuhnya meninggalkan usaha batubara pada 2030.
Entitas ini sebelumnya bernama SembWaste dan Sembcorp Environment, yang diakuisisi TOBA pada awal 2025. Cora berfokus pada layanan ekonomi sirkular dan pengelolaan limbah.
“Proyek WtE ini masih baru dan berjalan cepat, jadi kami mau fokus dulu ke Cora,” kata Juli.
Meski demikian, ia menegaskan TOBA tetap membuka peluang untuk ikut dalam lelang batch berikutnya.
“Saat ini belum. Tidak (ikut lelang pertama), tapi ke depan ada peluang kami review lagi,” tambahnya.
Baca Juga: Produksi Ditambah, GOPAN: Pasokan Ayam Masih Lebih untuk Program MBG
OASA Mantap Gandeng Pemain Besar
Berbeda dengan TOBA, OASA sudah membidik masuk konsorsium bersama perusahaan pengolah sampah asal China, Grandblue Environment Co Ltd, untuk mengikuti tender proyek WtE Danantara.
Grandblue merupakan satu dari 24 perusahaan global yang masuk Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) dan berhak mengikuti lelang WtE Danantara tahap pertama.
Direktur Utama dan CEO OASA, Bobby Gafur Umar, mengungkapkan ada tiga perusahaan yang mendekati OASA untuk menggandengnya dalam konsorsium.
“Saya pilih pertama Grandblue. Kapasitas olahnya hampir 99 ribu ton per hari. Total sampah Indonesia 175 ribu ton, jadi mereka besar sekali, nomor dua di China. Saya mau coba sama dia,” ujar Bobby.
Baca Juga: Bio Farma Raih Sertifikat Halal untuk Vaksin HPV NusaGard
OASA juga tengah mendorong agar proyek PLTSa Tangerang Selatan (Tangsel) yang telah mereka menangkan sebelumnya dapat masuk ke dalam skema WtE Danantara.
“Kalau Tangsel itu dilaksanakan sebelum Perpres WtE keluar. Saat itu ada pilihan: ikut skema lama dengan konsekuensi tipping fee, atau ikut skema baru,” jelasnya.
Saat ini OASA masih berkoordinasi dengan Pemerintah Kota Tangsel untuk mengajukan integrasi tersebut. Pengajuan hanya dapat dilakukan atas persetujuan pemerintah daerah.
“Kami sudah koordinasi terus. Pemerintah pusat juga mengusulkan agar dilakukan pengajuan dan dikaji apakah bisa ditransfer ke skema baru tanpa tender ulang,” ujarnya.
OASA, melalui anak usahanya PT Indoplas Energi Hijau, juga telah membentuk konsorsium bersama China Tianying Inc (CNTY) untuk menggarap PLTSa atau fasilitas Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) Cipeucang di Tangsel.
Surat penetapan pemenang lelang proyek telah diterbitkan Pemda Tangsel pada 21 Maret 2025.
Baca Juga: Properti 2026: Lahan Industri dan Rumah Tapak Penopang Pasar
Bobby menargetkan pembangunan dapat groundbreaking pada akhir 2025 sehingga konstruksi bisa dimulai pada awal 2026. Masa pembangunan diperkirakan sekitar tiga tahun, dengan target operasi pada 2028.
PLTSa Cipeucang direncanakan mengolah 1.100 ton sampah per hari, terdiri dari 1.000 ton sampah baru dan 100 ton sampah lama di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang.
Selanjutnya: Pemerintah Siapkan Skema Peningkatan Produksi Telur dan Ayam
Menarik Dibaca: Hasil Australian Open 2025, Sembilan Wakil Indonesia Melenggang ke Perempat Final
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













