Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan
SURABAYA. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menghentikan penambahan hotel bujet atau hotel berbintang dua untuk tahun 2015 ini.
"Ya, kami stop untuk pembangunan hotel bujet. Sekarang itu, banyak bangunan, seperti ruko, beralih fungsi semua menjadi hotel bujet. Untuk hotel bujet yang sekarang sudah dalam proses pembangunan, silakan diselesaikan, tapi tahun ini, kami tidak akan mengeluarkan perizinan," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Jumat (27/3).
Mantan kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini menambahkan, banyaknya ruko yang beralih menjadi hotel karena letaknya banyak di tengah kota.
Lokasi ini, lanjut dia, menjadi pangsa pasar yang besar dalam bisnis bujet. Pihaknya menyadari bahwa persaingan bisnis hotel bujet ini makin ketat, apalagi pemerintahan sekarang melarang untuk mengadakan kegiatan di hotel.
Tentunya ini berpengaruh langsung terhadap okupansi hotel. "Kalau PNS (pegawai negeri sipil) dilarang mengadakan kegiatan di hotel itu saya sudah lama jalankan. Masalahnya sekarang kebijakan itu diberlakukan di seluruh Indonesia. Nah ini berdampak pada hotel," katanya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Jawa Timur (Jatim), M Sholeh, mengaku sepakat dengan rencana Pemkot Surabaya menghentikan jumlah hotel bujet di Surabaya agar bisnis di segmen itu bisa lebih sehat.
Sejauh ini, lanjut dia, pembangunan hotel bujet seolah-olah tidak terkontrol karena pada tahun lalu ada sebanyak 25 hotel baru di Surabaya, sedangkan tahun ini akan tambah 10 hotel baru lagi.
"Kalau moratorium (penghentian) pembangunan hotel bujet, itu memang kami ajukan ke Pemkot dua minggu lalu. Memang harus dibatasi hotel bujet itu agar ada persaingan yang sehat. Sekarang hampir semua hotel menurunkan tarif untuk bisa meningkatkan okupansi," katanya.
Diketahui, okupansi hotel selama Januari-Februari 2015 hanya 35-40%. Padahal, untuk bisa mendapatkan keuntungan, okupansi hotel minimal 50%.
Selain itu, biaya operasional semakin tinggi karena upah karyawan yang naik, biaya listrik, gas, BBM dan biaya transportasi, serta adanya larangan rapat di hotel bagi PNS. Hal ini mengakibatkan pengusaha mengalami penurunan laba.
Tak hanya itu, sudah ada 50.000 karyawan hotel yang terpaksa di PHK agar pengusaha hotel bisa tetap bertahan.
"Meski moratorium hotel bujet sudah disetujui, tapi kami masih ingin bertemu dan berdiskusi dengan wali kota. Tujuannya untuk membahas secara teknis penerapan moratorium itu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News