Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Berau Coal berhasil memperoleh perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hingga 10 tahun ke depan, tepatnya hingga 26 April 2035.
Melansir data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, perpanjangan IUPK ini berlaku sejak 31 Januari 2025. Adapun, masa kontrak Berau Coal mustinya berakhir pada 26 April 2025 ini.
Dengan perpanjangan kontrak, lahan tambang Berau mengalami penciutan, dari yang tadinya 108.900 hektare (ha) menjadi 78.004 ha, artinya ada pengembalian lahan kepada pemerintah seluas 30.896 ha.
Terkait penciutan lahan ini, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq membenarkan besar penciutan tersebut. Ia juga menyebut, lahan eks PKP2B Berau menjadi lahan eks PKP2B ke tujuh yang kembali ke negara.
"Iya sekitar itu (30.896 ha), sementara ini iya (ketujuh)," katanya saat dikonfirmasi Kontan, Minggu (23/02).
Baca Juga: Lahan Dipangkas 30.896 Hektare, Berau Coal Diberi Perpanjangan Izin Usaha Hingga 2035
Adapun, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batubara ESDM, Surya Herjuna mengatakan bahwa penciutan lahan tambang Berau sudah sesuai dengan rencana pengembangan seluruh wilayah.
Ia juga menegaskan untuk tahun ini hanya ada satu eks PKP2B, yaitu dari perusahaan yang masih terafiliasi dengan Sinar Mas Grup tersebut.
"Tahun ini tidak ada, selain Berau Coal," kata dia kepada Kontan, Minggu (23/02).
Potensi Lahan eks PKP2B Berau Ditawarkan ke Kelompok Prioritas UU Minerba
Berau Coal menjadi perusahaan ketujuh sekaligus terakhir dalam generasi pertama PKP2B. Sebelumnya, terdapat enam perusahaan yang mengalami penciutan lahan, yaitu: PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama (MHU) dan PT Kideco Jaya Agung.
Asal tahu saja, sebelum UU Minerba yang baru disahkan, lahan PKP2B dari keenamnya telah ditawarkan secara prioritas kepada ormas keagaamaan.
Lebih detail, Nahdlatul Ulama (NU) tercatat telah mendapat izin untuk mengelola tambang batu bara bekas milik PT Kaltim Prima Coal (KPC) seluas 26 ribu hektar. Lalu Muhammadiyah, yang menurut Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia akan mendapatkan bekas PT Adaro Energy Tbk.
Terkait kemungkinan eks PKP2B Berau mengalami keputusan yang sama dengan 6 eks PKP2B sebelumnya, Julian bilang saat ini pemerintah belum memutuskan pemberian lahan kepada pihak manapun.
"Belum ada pemberian ke mana pun," kata Julian singkat.
Di sisi lain, Surya menyebut pemberian lahan kepada golongan prioritas di UU Minerba akan diputuskan setelah melalui tahap evaluasi.
"Lahan akan dievaluasi kembali, layak atau tidaknya untuk ditetapkan WIUPK-nya," kata dia.
Lebih lanjut, pemberian lahan Berau Coal akan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi turunan dari UU Minerba.
"Nanti kami atur di RPP," tambah dia.
Baca Juga: Berau Coal masih kaji putusan uji materiil MK soal perpanjangan kontrak KK/PKP2B
Terkait potensi ini, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar mengatakan bekas lahan Berau Coal berpotensi besar diberikan kepada golongan prioritas dalam UU Minerba.
"Setelah kembali ke negara, sangat mungkin menjadi area yang bisa dikelola oleh berbagai pihak, termasuk pihak-pihak yang mendapat prioritas sebagaimana yang tercantum dalam UU Minerba," kata Bisman saat dihubungi Kontan, Minggu (23/02).
Bisman juga menyebut, potensi pemberian kepada golongan prioritas didukung dari keputusan pemerintah sebelumnya, terutama terhadap 6 lahan eks PKP2B yang telah lebih dulu ditawarkan kepada ormas keagamaan.
"Iya, sangat mungkin, setelah diperpanjang menjadi IUPK namun wilayah ada sebagian yang harus kembali ke negara. Selanjutnya bisa dilakukan pengusahaan atau dibagi-bagi oleh Pemerintah," tambahnya.
Baca Juga: Izin Usaha 8 Perusahaan Tambang Sudah Diperpanjang, Mayoritas Lahannya Dipangkas
Selanjutnya: Pengamat: Pembentukan Danantara Masih Belum Jelas Fungsinya
Menarik Dibaca: Shopee Gelar Ramadan Competition Bagi Konten Kreator, Berhadiah THR Rp 10 Miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News