Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengatakan menyambut baik target pemerintah untuk melakukan mandatori campuran bahan bakar berbasis bensin dengan etanol 10% atau E10 yang berasal dari bahan nabati, salah satunya tetes tebu.
"Tentu petani tebu menyambut baik. Karena ini ada upaya pemerintah untuk memanfaatkan tetes tebu petani yang nanti diolah menjadi etanol dan menjadi campuran bensin," ungkap Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin kepada Kontan, dikutip Minggu (12/10/2025).
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan APTRI, dua produk utama dari tumbuhan tebu adalah gula (gula kristal) dan tetes tebu (molase). Molase inilah yang nantinya akan diproses melalui teknik fermentasi menjadi etanol.
Baca Juga: Menteri Bahlil Bantah Bahan Bakar dengan Etanol Kualitasnya Jelek
Nur Khabsyin menambahkan, produksi tetes tebu petani dalam lima tahun terakhir adalah 1,6 juta ton. Dari produksi tersebut, baru terserap sekitar 1,1 juta ton saja. Itu pun berasal dari industri pengguna, misalnya farmasi. Bukan untuk kebutuhan sektor energi.
"Kebanyakan diserap dari industri pengguna, kurang lebih 1,1 juta ton. Jadi masih sisa 500 ribu ton tetes. Ini bisa dimanfaatkan untuk etanol di sektor energi," kata dia.
Khusus industri etanol dalam negeri, produksi etanol di Indonesia adalah sekitar 160 ribu (kiloliter) kl per tahun, dengan kapasitas terpasang mesin yang jauh lebih besar yaitu 300 ribu kl.
Baca Juga: BBM Campur Etanol 10%, Ini Respon Toyota Indonesia
"Artinya masih ada kapasitas terpasang dari pabrik yang tidak digunakan, karena serapan etanol masih terbatas," jelas dia.
Tantangan Pemenuhan Etanol dari Tebu dalam Negeri
Dalam beberapa tahun belakangan, Nur Khabsyin bilang industri etanol di dalam negeri mengalami keterpurukan sejak Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengizinkan etanol impor.
Meskipun Kemendag telah menghapus pembebasan impor etanol dengan menerbitkan dua peraturan menteri perdagangan (Permendag) baru yang diterbitkan pada September 2025.
Yaitu Permendag No. 31 Tahun 2025 dan Permendag No. 32 Tahun 2025, yang diterbitkan sebagai reaksi terhadap Permendag No. 16 Tahun 2025 yang sebelumnya membebaskan impor etanol secara bebas tarif.
"Industri etanol yang sudah terpasang pabriknya itu 300 ribu kiloliter. Tetapi hanya mampu memproduksi setengahnya 160 kl. Dampak kemarin itu, karena sempat bebas impor," ungkapnya.
Baca Juga: Pemerintah Siapkan BBM E10, Begini Respons Industri Otomotif dan Pertamina
Selain industri etanol, industri gula juga sedang mengalami kendala tahun ini. Harga gula tahun ini menurut dia berada di bawah Harga Patokan Petani (HPP), sehingga mengurangi minat petani tebu untuk melakukan ekspansi kebun dan produksi.
"Seperti tahun ini, petani tebu dihadapkan pada gula yang tidak laku. Harganya di bawah HPP yang ditetapkan oleh pemerintah, terus tetes juga tidak laku. Tapi hal-hal ini membuat kita trauma. Makanya kami menuntut pemerintah, supaya jaminan gula dan tetes itu laku," ungkap dia.
Oleh karena itu, dirinya meminta pemerintah dapat memberikan kepastian soal pasar etanol dan gula dalam negeri. Sehingga para petani juga dapat memaksimalkan produksi gula dan tetes tebu.
"Jadi ada was-was kalau meningkatkan produksi pada gak laku," ungkapnya.
Dalam perhitungan APTRI, sisa tetes tebu yang diproduksi dan belum terserap sebesar 500-600 ribu kl jika dioleh menjadi etanol, menghasilkan sekitar 130 ribu kilo liter.
"Karena perhitungannya 1:4, 4 kg tetes menjadi 1 liter etanol. Kalau energi ada kewajiban ke E10, ini saya rasa, industri etanol yang eksisting akan meningkatkan produksinya, dan tetes akan maksimal, karena untuk BBM," tutupnya.
Baca Juga: Mandatori E10 dalam Bensin Bakal Buka Potensi Peran Swasta
Selanjutnya: Harga Melonjak, Bisnis Emas Perbankan Syariah Kian Berkilau
Menarik Dibaca: Simak yuk 7 Strategi Kelola Keuangan Cerdas Saat Dana Anda Terbatas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News