kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.606.000   15.000   0,94%
  • USD/IDR 16.290   50,00   0,31%
  • IDX 7.257   75,31   1,05%
  • KOMPAS100 1.072   13,85   1,31%
  • LQ45 846   11,73   1,41%
  • ISSI 216   3,00   1,41%
  • IDX30 435   5,37   1,25%
  • IDXHIDIV20 520   7,40   1,44%
  • IDX80 122   1,62   1,34%
  • IDXV30 124   0,62   0,50%
  • IDXQ30 143   2,07   1,47%

Target Pemerintah Stop Impor Minyak dalam Lima Tahun Dinilai Tak Realistis


Rabu, 22 Januari 2025 / 16:13 WIB
Target Pemerintah Stop Impor Minyak dalam Lima Tahun Dinilai Tak Realistis
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada energi dalam lima tahun mendatang,


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada energi dalam lima tahun mendatang, termasuk menghentikan ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM). Pernyataan ini disampaikan saat meresmikan 26 proyek pembangkit listrik dengan total kapasitas 3,2 gigawatt di Jatigede, Sumedang, Jawa Barat, Senin (20/1).

Namun, perusahaan minyak dan sejumlah pengamat menilai bahwa ambisi ini menghadapi tantangan berat dan cenderung tidak realistis. Sebagai catatan, konsumsi minyak dalam negeri mencapai 1,4-1,5 juta barel per hari (bph), sedangkan produksi nasional hanya 500.000-600.000 bph. Selisih besar ini mengharuskan Indonesia untuk terus mengimpor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengungkapkan, produksi minyak harus ditingkatkan hingga minimal 1,6 juta bph untuk mencapai swasembada. Namun, upaya ini terbentur hambatan regulasi, insentif investasi yang kurang kompetitif, serta usia lapangan minyak yang semakin menua.

“Investasi sektor hulu migas sangat penting, tetapi Indonesia kurang menarik bagi investor global karena regulasi rumit dan kompetisi dari negara lain,” ungkap Moshe kepada Kontan, Rabu (22/1).

Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Bukukan Kontrak Baru Rp 20,66 Triliun hingga Desember 2024

Saat ini, pemerintah memang telah memperkenalkan inisiatif seperti kendaraan listrik dan biodiesel (B40) untuk mengurangi ketergantungan pada BBM impor. Meski demikian, pengamat energi dari Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menilai langkah ini masih menghadapi berbagai kendala teknis dan infrastruktur.

“Biofuel butuh konverter khusus untuk mesin otomotif jika ingin mencapai blending hingga B50. Selain itu, skala produksi bioetanol dan biodiesel masih jauh dari cukup untuk menggantikan impor minyak mentah,” kata Yayan kepada Kontan, Rabu (22/1).

Selain itu, pengembangan biodiesel menghadapi tantangan lingkungan, seperti deforestasi, yang menjadi perhatian global.

Bisman Bachtiar, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), menyoroti kapasitas kilang minyak Indonesia yang masih jauh dari kebutuhan nasional. Meski ada proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan yang diproyeksikan menambah 100.000-150.000 bph, ini pun membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk terealisasi.

“Produksi lifting migas turun rata-rata 2% per tahun, sedangkan konsumsi BBM naik sekitar 3% per tahun. Kesenjangan ini hanya bisa diatasi dengan investasi masif dan konsistensi kebijakan jangka panjang,” kata Bisman kepada Kontan, Rabu (21/1).

Bisman menuturkan, tidak mungkin dalam waktu dekat ini Indonesia bisa stop impor minyak. Pasalnya, kebutuhan BBM lebih dari 1,5 juta BOPD sedangkan lifting kita hanya 600rb BPOD.

"Jadi dipastikan akan terus impor. Kecuali kita mampu lifting 1,5 jt BPOD dan penggunaan energi terbarukan meningkat pesat," tandasnya.

Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro target pemerintah untuk menghentikan impor minyak tanpa roadmap yang jelas hanya akan menjadi wacana.

“Kebutuhan BBM terus meningkat, bahkan jika pertumbuhan ekonomi mencapai 6%, kebutuhan energi bisa meningkat hingga 8-12%. Sementara itu, lifting minyak Indonesia hanya setengah dari kebutuhan saat ini,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (21/1).

Lebih lanjut, target ambisius pemerintah untuk swasembada energi ini mencerminkan visi besar, tetapi implementasinya memerlukan strategi matang dan komitmen jangka panjang. Tanpa terobosan besar dalam sektor energi dan migas, Indonesia akan tetap bergantung pada impor minyak selama beberapa dekade mendatang.

Baca Juga: 100 Hari Kinerja Kabinet Prabowo Gibran, Komitmen Pensiun Dini PLTU Jadi Sorotan

Selanjutnya: IHSG Ditutup Menguat 1,05% ke 7.257,1, PGEO, AMRT, AMMN Jadi Top Gainers LQ45

Menarik Dibaca: 10 Rekomendasi Buah dan Sayur untuk Penderita Diabetes yang Menyehatkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×