Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang yang terjadi, utamanya antara Amerika Serikat (AS) dengan Republik Rakyat China (RRC) hingga memunculkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik dari Presiden AS, Donald Trump kepada banyak negara berdampak pada pergeseran rantai pasok global, termasuk batubara.
Menurut Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), tarif Trump memiliki dampak tidak langsung pada penurunan volume impor batubara Indonesia ke China.
Perang dagang, membuat produk China berorientasi ekspor ke AS mengalami penurunan permintaan. Lebih jauh berdampak pada output industri yang menurun hingga menurun juga kebutuhan energi dan listrik yang berasal dari batubara.
"Pengaruh secara tidak langsung ke Indonesia. Kalau dampak langsung adalah ke produksi produk-produk ekspor China ke Amerika yang terkena tarif, ini akan menurunkan output Industry, menurunkan produksi listrik hingga menurunkan konsumsi batubara," ungkap Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif APBI Gita Mahirani kepada Kontan, Senin (21/07).
Baca Juga: Impor Batubara China dari Indonesia Turun 30%, APBI Ungkap Penyebabnya
Hal senada juga diungkap oleh Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi). Menurut Ketua Perhapi, Sudirman Widhy, munculnya tarif resiprokal AS membuat hubungan perdagangan kedua negara terganggu.
"Akhirnya, ada penurunan kondisi industri di China yang terjadi saat ini. Dengan menurunnya kondisi industri di China maka berakibat pula terhadap penurunan kebutuhan energi dan listrik di China," katanya kepada Kontan, Senin (21/07).
Lebih lanjut, Sudirman menyebut, telah banyak pengusaha batubara Indonesia yang mencoba mencari alternatif pasar lain untuk mengekspor batubara mereka. Selain dua negara importir utama Indonesia, China dan India.
"Memang benar, saat ini beberapa produsen batubara Indonesia mulai melirik ke beberapa negara lain untuk menggantikan penurunan ekspor mereka ke China" tambahnya.
Untuk kawasan Asia Tenggara, negara Vietnam sudah mulai banyak melakukan pembelian batubara dari Indonesia, diikuti oleh Kamboja. "Beberapa negara lain yang juga mulai membeli batubara dari Indonesia Bangladesh dan Pakistan," katanya.
Namun demikian volume ekspor ke negara-negara lain di kawasan Asia tersebut masih belum dapat mengimbangi penurunan ekspor batubara Indonesia ke China yang cukup signifikan jumlahnya.
Ketua Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Tambang PII) Rizal Kasli menambahkan, perang dagang dan tarif Trump juga menjadi salah satu pemicu gejolak harga batubara global saat ini.
"Pemberlakuan proteksionime telah menyebabkan pengurangan produksi dari pabrik produk barang global, sehingga menyebabkan pengurangan kebutuhan energi dan pada akhirnya juga akan berpengaruh kepada permintaan batubara," ungkap dia.
Dengan harga batubara yang lebih rendah, importir batubara akan condong membeli batubara kalori tinggi dengan harga yang lebih murah karena lebih efisien.
"Dengan pemakaian jumlah yang sama akan menghasilkan energi yang lebih besar," ungkapnya.
Untuk merambah pasar baru, Rizal bilang Indonesia perlu strategi marketing khusus untuk bisa menembus pasar di negara-negara Eropa seperti Jerman dan Belanda serta mempertahankan konsumen dari Asia Timur agar tetap loyal pada batubara Indonesia.
"Sehingga bisa menambah customer dan volume ekspor. Disamping itu juga perlu me-maintain customer di Asia Timur agar tetap loyal, karena saat ini batubara Asia Timur juga juga banyak diisi oleh Rusia, AS, Australia dan Kolombia," jelasnya.
Baca Juga: Andalkan Kontrak Jangka Panjang, BYAN Terus Ekspansi dan Kerek Produksi Batubara
Selanjutnya: PWYP: Kasus Tambang Ilegal di IKN Bukti Lemahnya Pengawasan Minerba
Menarik Dibaca: Kenali Masalah Urologi Pria Lewat Gejala dan Solusinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News