Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan permintaan batubara Indonesia dari China akibat adanya peningkatan produksi dalam negeri tirai bambu tersebut, diprediksi akan berlanjut hingga akhir tahun ini atau paling lama hingga tahun 2026.
Menurut Indonesia Mining Association (IMA), volume ekspor batubara Indonesia sepanjang tahun ini akan terkoreksi di angka 500 juta ton atau lebih rendah dari total ekspor batubara sepanjang tahun 2024 lalu yang sebanyak 555 juta ton.
"Hingga akhir tahun 2025, tentu total ekspor kita akan turun dibandingkan realisasi ekspor 2024. Pemerintah juga sudah memproyeksikan dalam target 2025, dimana produksi 739 juta ton dan ekspor 500 juta ton," ungkap Direktur Eksekutif IMA Hendra Sinadia saat dikonfirmasi, Senin (21/07).
Jika dibandingkan, tahun ini target produksi batubara Indonesia berada di angka 739 juta ton atau lebih rendah 11,6% dibandingkan produksi sepanjang tahun 2024 lalu sebesar 836 juta ton.
Baca Juga: Tarif Trump Goncang Ekspor Batubara Indonesia, Pengusaha Perlu Bidik Pasar Baru
Dari sisi target ekspor juga terkoreksi, turun 9,9% dengan target penjualan ekspor 500 juta ton dibandingkan ekspor sepanjang tahun lalu sebesar 555 juta ton.
Lebih lanjut, Hendra menambahkan, saat ini China lebih berpihak pada batubara kalori tinggi dibandingkan batubara kalori menengah-rendah untuk diimpor.
Indonesia juga mengalami persaingan dengan eksportir batubara Mongolia dan Rusia, didukung oleh masalah logistik yang sudah mulai teratasi.
"Beberapa waktu terakhir ini impor China dari Mongolia dan Rusia, yang juga berbatasan dengan mereka. Masalah logistik dengan Mongolia sudah cukup teratasi, Rusia juga menjual harga yang cukup kompetitif untuk buyer China," jelasnya.
Adapun, angka yang sama juga diungkap Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI).
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Eksekutif APBI Gita Mahirani, periode enam bulan pertama tahun ini, Indonesia telah berhasil mengimpor 238,64 juta ton batubara atau 47,7% dari target ekspor tahun ini.
"Untuk target ekspor tahun ini 500 juta ton atau 67,6 % dari produksi, sedangkan realisasinya hingga hingga juni 2025 kita sudah ekspor sekitar 238,64 juta ton," kata dia.
Kemudian, untuk mencari pasar ekspor baru, Gita bilang target tersebut masuk dalam target jangka panjang karena saat ini para pengusaha tengah menjalankan kontrak ekspor yang telah berjalan, hingga tersisa kuota batubara untuk harga spot yang otomatis lebih mahal.
"Kalaupun ada pembelian spot saat ini, jumlahnya relatif tidak banyak, karena sudah dalam kontrak berjalan. Apalagi sekarang sudah memasuki pertengahan tahun, akan susah cari kontrak baru, jadi akan susah cari pasar baru," jelasnya.
Meski begitu, Gita bilang negara-negara ASEAN dan Asia Selatan masih masih menunjukkan kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik dan industri mereka. Ini sekaligus menjadi sinyal positif untuk potensi pasar baru ekspor bagi batubara dalam negeri.
"Dalam jangka menengah-panjang, potensi pertumbuhan konsumsi energi di negara-negara berkembang ini dapat jadi alternatif yang masih menjanjikan," ujarnya.
Baca Juga: Impor Batubara China dari Indonesia Turun 30%, APBI Ungkap Penyebabnya
Selanjutnya: Bos SKK Migas Ungkap Chevron Tengah Bidik Lapangan Migas Raksasa di Indonesia
Menarik Dibaca: Kenali Masalah Urologi Pria Lewat Gejala dan Solusinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News