Sumber: Kompas.com | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana memperluas penerima pasokan harga gas murah atau harga gas bumi tertentu (HGBT) dengan biaya sebesar 6 hingga 7 dolar AS per MMBTU ke industri aluminium.
Adapun selama ini HGBT atau gas murah tersebut selama ini hanya diterima tujuh industri yakni industri pupuk, industri petrokimia, industri oleokimia, industri baja, industri keramik, industri kaca, serta juga industri sarung tangan karet.
Ketua Tim Kerja Industri Logam Bukan Besi Direktorat Industri Logam Kemenperin Yosef Danianta Kurniawan mengungkapkan, pasokan gas bumi untuk industri aluminium menjadi hal yang penting, karena bukan hanya sebagai energi melainkan juga diperlukan untuk bahan baku.
Baca Juga: Alamtri Resources (ADRO) Kebut Bangun Smelter Aluminium, Serap Capex US$ 362 Juta
"Kalau di sektor berbasis logam saat ini yang sudah mendapatkan fasilitas HGBT ini baru berbasis baja, sehingga harapannya bisa diperluas ke sektor non baja khususnya aluminium," ujar Yosef pada acara Media Gathering Forwin 2025, Jumat (14/11/2025).
Menurut Yosef, apabila industri aluminium menjadi penerima HGBT dinilai akan menghasilkan dampak penurunan biaya produksi hingga meningkatkan daya saing atas produk aluminium yang dihasilkan di dalam negeri.
"Tentunya sangat berdampak positif bagi kinerja industri aluminium karena bisa menurunkan biaya produksi yang cukup signifikan, karena seperti kita ketahui di sektor industri logam dulu itu mungkin secara margin tidak cukup besar tapi mereka lebih terkait dengan volume. Ketika berada di volume besar itu akan berdampak positif dalam peningkatan kinerja industri," paparnya.
Secara hitung-hitungan, apabila industri tidak mendapatkan pasokan gas bumi murah, industri harus mengeluarkan biaya harga gas komersial senilai 12 sampai 14 dolar AS per MMBTU.
Itu artinya ada selisih senilai 6 sampai 7 dolar AS per MMBTU dibandingkan dengan HGBT.
Baca Juga: Inalum Gandeng Vitol: Investasi Jumbo Hilirisasi Aluminium RI!
Yosef menambahkan saat ini rencana perluasan HGBT ke industri aluminium sudah disampaikan ke Kementerian ESDM.
"Tetapi memang secara regulasi untuk perluasan sektor atau penambahan sektor baru ini perlu dibahas ke level atas. Tetapi memang nanti tantangannya mungkin terkait dengan ketersediaan supply," jelasnya.
Untuk diketahui, volume HGBT dan jumlah industri yang mendapatkan alokasi HGBT mengalami penurunan sejak hadirnya Kepmen 91K/2021.
Sedangkan jika melihat Kepmen 76K/2025 volume HGBT hanya sebesar 57% dari volume HGBT kepmen 91K/2025.
Dari data realisasi tahun 2024 menunjukkan bahwa serapan gas industri masih lebih rendah dibandingkan alokasi yang telah ditetapkan.
Kondisi ini disebabkan oleh fluktuasi harga gas yang berada di atas HGBT serta gangguan pasokan dari Badan Usaha Niaga Gas (BUN Gas). Dampaknya, sejumlah industri tidak dapat beroperasi secara optimal dan mengalami penurunan kapasitas produksi.
Sumber: https://money.kompas.com/read/2025/11/15/114148626/tekan-biaya-produksi-kemenperin-buka-opsi-hgbt-untuk-industri-aluminium?page=all#page2.
Selanjutnya: Hunian Hijau di Jakarta Masih Minim, di Sisi Utara–Timur Bisa Jadi Opsi
Menarik Dibaca: Hasil Kumamoto Masters 2025, Gregoria Mariska Tunjung Kembali Mencapai Laga Puncak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













