Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertamina Hulu Energi (PHE) mencatatkan sebesar US$ 590 juta atau meningkat 23,68% year on year (yoy) pada 2019 lalu. Pada tahun 2018 lalu, laba yang dibukukan sebesar US$ 477 juta.
Direktur Utama PHE Meidawati bilang kenaikan laba dapat terjadi meskipun realisasi harga minyak pada tahun 2019 tercatat lebih rendah dari tahun 2018. Pada tahun lalu harga minyak berkisar US$ 62 per barel atau lebih rendah dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 68 per barel.
Baca Juga: Efek virus corona, harga batubara acuan Maret 2020 naik menjadi US$ 67,08 per ton
"Laba lebih tinggi, meskipun realisasi harga minyak lebih rendah. Jadi kalau harga minyaknya sama maka labanya bisa lebih tinggi lagi," jelas Meidawati ditemui di Jakarta, Kamis (5/3)
Meidawati melanjutkan, kenaikan laba juga dibarengi dengan peningkatan produksi gas. Pada tahun lalu produksi gas tercatat sebesar 803 803 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau meningkat tipis 1,13% yoy dimana pada tahun 2018 produksi gas sebesar 794 mmscfd. "Kalau untuk produksi minyak realisasinya 78.022 barel oil per day (bopd)," ungkap Meidawati.
Selain peningkatan produksi migas, Meidwati menjelaskan kenaikan laba bersih ditopang oleh kinerja operasional PHE. Kinerja operasional pada sejumlah wilayah kerja yang dikelola anak usaha disebut turut mendorong catatan apik PHE pada tahun lalu.
Meidawati menjelaskan, kontribusi datang dari Blok Offshore North West Java (ONWJ, Jambi Merang dan Tomori. "Kenaikan produksi dari ONWJ, Jambi Merang kan gasnya gede, dan juga dari Join Operating Body (JOB)Tomori," ungkap Meidawati.
Baca Juga: Antisipasi virus corona, Bukit Asam (PTBA) lakukan tindakan preventif
Di sisi lain, Meidawati memastikan kejadian kebocoran gas dan tumpahan minyak pada Sumur YYA-1 Blok ONWJ tidak begitu mempengaruhi kinerja perusahaan secara umum. Hal ini dikarenakan PHE melakukan banyak kegiatan baik pada Blok ONWJ maupun blok lainnya serta ditopang oleh faktor lain.
"Karena kita work over banyak, ONWJ juga. Jadi nggak begitu ngaruh. Penjualan gas kita juga naik, terus kemarin ada yang belum ter-lifting sehingga masuk ke lifting di 2019," kata Meidwati.
Ia memastikan, pada tahun ini pihaknya masih mengharapkan kontribusi dari sejumlah Blok termasuk Blok ONWJ seiring sejumlah rencana pengeboran.
Dalam catatan Kontan, berencana mengebor enam sumur eksplorasi pada tahun ini. Direktur Eksplorasi PHE Abdul Mutalib Masdar bilang, ketersediaan rig yang kerap jadi hambatan dalam upaya pengeboran telah diatasi.
Baca Juga: Pemerintah targetkan tahun 2030 lifting minyak bumi kembali 1 juta barel per hari
"Kemarin cuma kendala karena rig-nya saja. Kalau yang di Blok Nunukan sekarang sudah finish, sudah ada (rig). Tinggal proses izinnya saja. Kalau di Blok NSO sedang pengadaan rig-nya," kata dia di Gedung DPR RI, Februari lalu.
Abdul melanjutkan, pengeboran rencananya dilakukan pada dua sumur Blok North Sumatera Offshore (NSO) pada pertengahan tahun ini, dua sumur di Blok Nunukan pada Maret mendatang, dan satu sumur di Blok Angursi serta satu sumur di Blok Oses.
Selain itu, menargetkan produksi siap jual (lifting) migas sebesar 181.510 barel setara minyak per hari (BOEPD), naik dibandingkan target dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019 yang hanya sebesar 175.674 BOEPD.
Baca Juga: Tarif listrik tak jadi naik, bagaimana dampaknya terhadap ASII dan SRIL?
Target lifting migas PHE 2020 mencakup lifting minyak sebesar 83.100 barel minyak per hari (BOPD) dan penjualan gas sebesar 570,11 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sementara pada RKAP 2019, lifting minyak sebesar 76.971 BOPD dan gas 572 MMSCFD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News