Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) telah menyerap belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar Rp 1 triliun pada semester I-2020. Capex tersebut digunakan untuk penambahan tower baru dan collocation.
Sebelumnya, TBIG mengalokasikan capex Rp 1 triliun - Rp 2 triliun untuk ekspansi organik pada 2020. Dana ini berasal dari kas internal dan pinjaman bank. TBIG juga tidak menutup kemungkinan untuk ekspansi kepemilikan menara telekomunikasi secara anorganik melalui akuisisi menara.
Direktur Keuangan Tower Bersama Infrastructure, Helmy Yusman Santoso, menjelaskan, pada semester I 2020 pihaknya sudah menambah 2.517 tenan dengan total capex Rp 1 triliun.
"Ekspansi akan terus membangun tower baru dan menambah tenancy secara organic," ujar Helmy kepada kontan.co.id, Senin (03/8).
Baca Juga: Pendapatan Tower Bersama (TBIG) naik 13,17% di semester I, ini pendorongnya
Sementara itu, sampai dengan semester II 2020 TBIG juga menargetkan pertumbuhan dobel digit untuk revenue, Ebitda maupun net income. "Sampai dengan Kuartal II 2020. Net income TBIG bertumbuh 33% dibanding tahun lalu," katanya.
Berdasarkan laporan keuangan perseroan, TBIG berhasil mencatat pendapatan dan EBITDA masing-masing sebesar Rp 2,57 triliun dan Rp 2,22 triliun untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2020. Apabila pencapaian triwulan kedua ini disetahunkan, maka total pendapatan dan EBITDA Perseroan masing-masing mencapai Rp 5,26 triliun dan Rp 4556 miliar.
Per 30 Juni 2020, TBIG memiliki 31.039 penyewaan dan 15.893 site telekomunikasi. Site telekomunikasi milik Perseroan terdiri dari 15,772 menara telekomunikasi dan 121 jaringan DAS.
Dengan angka total penyewaan pada menara telekomunikasi sebanyak 30.918, maka rasio kolokasi (tenancy ratio) Perseroan menjadi 1,96, naik dari 1,85 di akhir tahun 2019.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham dari Samuel Sekuritas untuk perdagangan Rabu (29/7)
“Kami secara organik menambahkan penyewaan kotor sebanyak 2.517 yang terdiri dari 370 sites telekomunikasi dan 2.147 kolokasi untuk setengah tahun pertama 2020. Seiring dengan pelanggan telekomunikasi kami yang berfokus pada densifikasi dan perluasan jaringan 4G mereka, kami mendapat permintaan kolokasi yang kuat, dimana meningkatkan rasio kolokasi (tenancy ratio) menjadi 1,96.” tutur Helmy.
Helmy menambahkan, selama pandemi Covid-19 global ini, pihaknya terus membantu pelanggan telekomunikasi dalam perluasan jaringan mereka serta persyaratan layanan berkelanjutan mereka. TBIG beroperasi sambil mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan pihaknya menjaga kesehatan karyawan selama masa-masa yang tidak pasti ini.
Sementara per 30 Juni 2020, total pinjaman (debt) Perseroan, jika pinjaman dalam mata uang dolar AS yang telah dilindung nilai diukur dengan menggunakan kurs lindung nilainya, adalah sebesar Rp 22,562 miliar dan total pinjaman senior (gross senior debt) sebesar Rp 10,353 miliar.
Dengan saldo kas yang mencapai Rp 762 miliar, maka total pinjaman bersih (net debt) menjadi Rp 21,80 triliun dan total pinjaman senior bersih (net senior debt) Perseroan menjadi Rp 9,59 triliun. Menggunakan EBITDA triwulan kedua 2020 yang disetahunkan, maka rasio pinjaman senior bersih terhadap EBITDA adalah 2,1x dan total pinjaman bersih terhadap EBITDA adalah 4,8x.
“Bisnis kami memiliki memberikan arus kas yang kuat, didorong oleh kontrak pendapatan yang terlihat dan berulang dari para pelanggan telekomunikasi kami. Bahkan dengan pertumbuhan top-line yang kuat dan dividen sebesar Rp 606 miliar yang dibayarkan pada bulan Juni, kami telah mempertahankan leverage kami di 4,8x, jauh di bawah covenant obligasi kami untuk tidak lebih dari 6,25x untuk total pinjaman (pada tingkat lindung nilai utang tersebut) terhadap EBITDA kuartal terakhir yang disetahunkan.” jelas Helmy.
Menurutnya, tingkat suku bunga efektif TBIG terus menurun dengan obligasi baru dalam mata uang dolar AS dan rupiah yang mereka terbitkan dengan suku bunga kompetitif pada awal tahun ini. Pihaknya memiliki likuiditas yang cukup dalam bentuk Fasilitas Pinjaman Revolving, yang memungkinkan pihaknya untuk tumbuh secara organik dan anorganik, sambil melunasi kewajiban yang timbul atas pinjaman TBIG.
"Kami terus mematuhi strategi konservatif untuk melindungi semua hutang kami dengan lindung nilai yang sesuai dengan jatuh tempo utang,” ujar Helmy.
Baca Juga: IHSG turun tipis ke 5.111 pada Rabu (29/7), saham menara ini dijual asing
Perlu diketahui, TBIG memiliki Obligasi Berkelanjutan II Tower Bersama Infrastructure Tahap III Tahun 2017 dengan jumlah pokok Rp 700 miliar yang akan jatuh tempo pada 19 September 2020. Surat utang itu memiliki tenor 3 tahun dengan tingkat kupon 8,4%.
Helmy menyebut, tengah mempersiapkan penerbitan obligasi. Emisi tersebut akan dikhususkan untuk keperluan refinancing surat utang yang jatuh tempo pada Semester II/2020.
Menurutnya, obligasi merupakan alternatif pendanaan yang efisien. Ia mengharapkan pasar sudah mulai pulih pada semester II/2020.
TBIG berencana melunasi pinjaman itu dengan kombinasi kas internal dan penerbitan obligasi baru. "TBIG akan melunasi obligasi jatuh tempo dengan penerbitan obligasi baru, dikombinasi dengan kas internal. Cost of fund dari obligasi rupiah juga cukup bagus baik dari sisi emiten maupun investor,” kata Helmy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News