Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai sektor yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat, industri makanan dan minuman (mamin) masih mampu bertahan di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan, industri mamin erat kaitannya dengan konsumsi rumah tangga (household consumption).
Selama pandemi Covid-19, konsumsi rumah tangga tangga Indonesia turun ke level -2,63% pada tahun 2020, kemudian level penurunannya sedikit berkurang jadi -2,23% di kuartal I 2021.
Terlepas dari itu, industri mamin ternyata masih bisa bertahan meski terdapat banyak tekanan. Tahun 2020, industri mamin masih bisa tumbuh positif sebesar 1,58% sedangkan memasuki kuartal I 2021, pertumbuhan industri tersebut tercatat sebesar 2,45%.
Baca Juga: Di tengah pandemi, IKM makanan dan minuman masih tumbuh positif
“Mudah-mudahan di tahun 2021 industri mamin bisa tumbuh 5% - 7% di tengah pandemi Covid-19. Kami juga yakin ekonomi Indonesia tumbuh 4%--5% tahun ini,” ujar Adhi dalam acara Investor Daily Summit 2021 secara virtual, Selasa (13/7).
Adhi juga menyebut, industri mamin masih memiliki daya tarik yang besar bagi investor, terutama investor asing. Terbukti, total foreign direct investment (FDI) di sektor mamin mencapai US$ 0,97 miliar pada kuartal I-2021 atau tumbuh 224% (yoy). Angka ini juga mulai mendekati realisasi FDI untuk industri mamin pada tahun lalu sebesar US$ 1,60 miliar.
Permintaan ekspor mamin juga tidak menurun saat pandemi. Di 2020, ekspor produk mamin Indonesia naik 14,14% (yoy) menjadi sebesar US$ 31,09 miliar.
Terlepas dari itu, Adhi mengaku bahwa keberadaan pandemi Covid-19 tetap saja berpengaruh signifikan bagi industri mamin. Sebab, krisis Covid-19 merembet pada krisis ekonomi yang terjadi pada hampir semua negara, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Promo Lotte Mart weekday 12 Juli 2021, diskonan hari kerja!
Di samping itu, pandemi berdampak pada krisis logistik yang tercermin dari sulitnya penyediaan kontainer dan kapal. Hal ini tentu berefek bagi kelangsungan ekspor produk-produk Indonesia, tak terkecuali produk mamin.
Pandemi juga berdampak pada krisis komoditas seiring adanya ketidakseimbangan permintaan dan suplai. Akibatnya, harga sejumlah komoditas pangan seperti jagung, susu, terigu, hingga gula naik signifikan saat pandemi berlangsung.
“Jadi, walau industri mamin tumbuh, cost para pelaku usaha juga naik sehingga berpengaruh ke profit. Ini jadi tantangan bagi pelaku usaha mamin,” ungkap Adhi.
Oleh karena itu, para pelaku usaha mamin mau tidak mau harus melakukan berbagai inovasi produk jadi, proses produk yang bersangkutan, sampai inovasi logistik dan distribusi.
Baca Juga: Kembali direvisi, berikut ketentuan terbaru aturan PPKM darurat
Para pelaku usaha mamin juga dituntut untuk beradaptasi dalam hal pemasaran dan promosi yang sekarang sangat mengedepankan pemanfaatan platform digital dan media sosial. Begitu pula dengan pemanfaatan e-commerce sebagai sarana penjualan produk.
Adaptasi finansial juga dibutuhkan oleh para pelaku usaha melalui kerja sama dengan berbagai perbankan dan lembaga keuangan lainnya untuk menciptakan kinerja yang stabil dan efisien saat masa pandemi.
Selanjutnya: PPKM Darurat akan diperluas ke luar Jawa-Bali, simak lagi rincian pembatasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News