Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, kompas.com, Shintia Rahma Islamiati, Vatrischa Putri Nur | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Beberapa waktu terakhir, muncul istilah baru yang viral di media sosial. Yakni Rojali dan Rohana.
Dua istilah ini kerap dijadikan bahan lelucon dan pembahasan warganet. Bahkan, Rojali dan Rohana kini menjadi pembahasan serius para pelaku usaha.
Sebenarnya, apa itu Rojali dan Rohana?
Istilah Rojali merupakan singkatan dari rombongan jarang beli. Sedangkan Rohana merupakan singkatan dari rombongan hanya nanya.
Kedua istilah tersebut menggambarkan situasi di mana pusat perbelanjaan ramai dikunjungi pengunjung, namun transaksi yang terjadi sangat minim.
Dengan kata lain, banyak pengunjung yang datang ke mal hanya untuk cuci mata tanpa berniat membeli barang.
Melemahnya daya beli masyarakat dinilai jadi penyebab kemunculan Rojali dan Rahana di pusat perbelanjaan.
Mengutip Kontan.co.id, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi di The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho, mengatakan bahwa kinerja ritel kuartal I-2025 masih dibayangi tekanan daya beli masyarakat yang tak kunjung membaik.
Baca Juga: Dihantam Tarif dan Sepi Peminat, Puma Prediksi Penurunan Penjualan Dua Digit
"Kalau berbicara mengenai kinerja gerai ritel di kuartal I yang mendominasi itu tekanan daya beli masyarakat yang belum membaik," terang Andry kepada Kontan.co.id, Selasa (6/5/2025) lalu.
Kemunculan dua istilah tersebut juga menjadi cerminan perubahan perilaku konsumen urban di tengah tekanan daya beli yang melemah. Hal ini juga disebut-sebut sebagai tantangan nyata yang tengah dihadapi oleh sektor ritel Indonesia.
Banyaknya masyarakat yang lebih memilih berbelanja melalui online channel menjadi salah satu bukti perubahan tersebut.
Namun, menurut Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, kondisi ini bukanlah hal baru. Rojali dan Rohana merupakan situasi yang memang kerap terjadi dan sangat bergantung pada kondisi daya beli masyarakat.
Baca Juga: Marak Fenomena Rojali, Pemerintah Bakal Luncurkan Program Diskon Nataru
“Dikarenakan uang yang dipegang oleh masyarakat kelas menengah bawah semakin sedikit maka terjadi kecenderungan untuk berbelanja barang atau produk yang harga satuannya rendah atau murah,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (22/7/2025).
Lebih lanjut, Alphonzus mengatakan saat ini masyarakat kelas menengah bawah terpaksa mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan sekunder dan lebih mengutamakan belanja kebutuhan utama.
Meski demikian, pusat perbelanjaan tetap ramai dikunjungi karena peranannya telah berkembang menjadi fasilitas publik multifungsi.
Tak hanya untuk belanja, menurut Alphonzus pusat perbelanjaan kini dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat hiburan, edukasi, hingga berkumpul bersama keluarga.
“Kondisi ini tidak akan berlangsung selamanya. Ketika daya beli masyarakat kembali pulih, tren belanja juga akan membaik,” kata Alphonzus.
Fenomena Rojali dan Rohana bukan sekadar tren. Tapi ini merupakan sinyal penting bagi pelaku industri ritel untuk beradaptasi dengan pola konsumsi baru.
Untuk itu, pusat perbelanjaan saat ini harus kreatif dan fokus menyelenggarakan program promo belanja yang bertujuan menopang daya beli sekaligus menarik minat konsumen.
Tonton: Department Store Kian Tertekan, Ritel Fashion Perlu Transformasi
Menguntungkan bagi ritel makanan dan minuman
Melansir Kompas.com, Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, menyatakan bahwa fenomena rojali justru menguntungkan sektor ritel makanan dan minuman (F&B).
"Konsumen sering berkumpul di tempat-tempat seperti J.Co atau Starbucks, sehingga meskipun tidak semua membeli, omzet toko F&B meningkat antara 5 hingga 10%," katanya.
Selanjutnya: Rekomendasi 5 Channel YouTube Living Alone untuk Inspirasi Konten Tinggal Sendiri
Menarik Dibaca: Rekomendasi 5 Channel YouTube Living Alone untuk Inspirasi Konten Tinggal Sendiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News