kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: bila bisa mencuri data KPU, hacker mungkin juga bisa mengubah hasil pemilu!


Sabtu, 23 Mei 2020 / 16:24 WIB
Pengamat: bila bisa mencuri data KPU, hacker mungkin juga bisa mengubah hasil pemilu!
ILUSTRASI. A man holds a laptop computer as cyber code is projected on him in this illustration picture taken on May 13, 2017. Capitalizing on spying tools believed to have been developed by the U.S. National Security Agency, hackers staged a cyber assault with a se


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Terkait dugaan dugaan kebocoran jutaan data kependudukan warga Indonesia yang ada dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2014, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah memberikan klarifikasi. Menurut KPU, data yang beredar diduga merupakan softfile DPT Pemilu 2014 dengan metadata 15 November 2013. Sesuai dengan bunyi regulasi, soft file data KPU memang bersifat terbuka. 

Kendati begitu, pakar keamanan siber Pratama Persadha menyarankan, harus segera mengaudit keamanan informasi atau audit digital forensik ke sistem teknologi informasi KPU untuk menjawab isu kebocoran data ini. Audit ini  bisa menemukan sebab dan celah kebocoran sistem, kalau memang ada.

Ia khawatir, jika pelaku bisa masuk ke server KPU, ada kemungkinan tidak hanya DPT yang mereka ambil. Tapi juga bisa mengakses hasil perhitungan pemilu. "Secara teknis kalau peretas bisa mencuri data, ada kemungkinan juga bisa mengubah data. Sangat bahaya apabila mengubah angka hasil pemungutan suara pemilu," kata Pratama, yang juga Chairman Communication and Informatian System Security Research Center (CISSReC), dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Jumat (22/5).

Tapi dampak bocornya data tak cuma urusan pemilu.

Bila data KPU yang diduga bocor tersebut dikombinasikan dengan data Tokopedia dan Bukalapak yang lebih dulu terekspos, akan menghasilkan data yang cukup berbahaya. Dan hal ini  bisa dimanfaatkan untuk kejahatan. “Misalnya mengkombinasikan data telepon dari marketplace dengan data KTP dan KK. Ini sangat berbahaya,” jelas Pratama. .

Tak cukup sampai di situ. Data yang disebar itu tanpa enkripsi sama sekali. "Nomor KTP dan KK bersamaan misalnya bisa digunakan untuk mendaftarkan nomor seluler dan melakukan pinjaman online bila pelaku mahir melengkapi data,” tegas Pratama.

Intinya, pemerintah dan pihak terkait harus segera membenahi soal data masyarakat ini. Jika memang pemerintah percaya data itu tambang emas atau tambang minyak di era digital, harus ada upaya mati-matian melindungi sumber daya baru nan berharga ini.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×