Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah tetap konsisten melarang ekspor ore atau bahan tambang mentah untuk diekspor. Produk tambang yang diperbolehkan untuk dilakukan ekspor adalah yang telah masuk dalam tahap pengolahan dan pemurnian.
Bayu Krisnamurthi Wakil Menteri Perdagangan mengatakan, untuk mendukung hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah di sektor tambang pemerintah akan menerapkan bea keluar (BK) sesuai dengan kadar pengolahannya. "Semakin hilir (BK) semakin rendah, dan yang mengejar kadar pengolahan minimal yang diperbolehkan BK tinggi," kata Bayu, Senin (13/1).
Bahkan, bila produk tambang yang diekspor tersebut telah memasuki proses pemurnian dengan kadar hingga 90%-99% maka akan mendapat keuntungan berupa pembebasan bea keluar. Untuk persentase penerapan BK tersebut akan diatur dalam peraturan menteri Keuangan (Kemenkeu).
Penerapan bea keluar produk tambang tersebut juga akan dilakukan progresif setiap semester disesuaikan dengan fluktuasi harga produk tambang. "Kalau harga naik terlalu tinggi, maka BK akan naik," ujar Bayu.
Berdasarkan data Kemendag, setidaknya terdapat 219 Harmonized System (HS) atau pos tarif produk tambang yang masuk dalam kategori pemurnian. Sementara itu, untuk produk yang termasuk barang tambang yang dilarang ekspornya karena berupa raw material setidaknya jumlahnya mencapai 64 HS.
Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan hilirisasi produk pertambangan untuk mendapatkan nilai tambah akan terwujud pada tahun 2017 mendatang. "Kebijakan ini tidak bermaksud mematikan bisnis tambang, tetapi mengejar nilai tambah dari kekayaan alam yang dianugerahkan, agar masyarakat mendapat manfaat," kata Bayu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News