Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengalami kesulitan akibat tekanan pandemi Covid-19 akan membebani keuangan bank-bank Himbara. Tidak hanya Garuda Indonesia saja yang mengalami tekanan, perusahaan konstruksi juga kesulitan likuiditas yang berdampak pada kemampuannya membayar utang.
Setelah berhasil mencapai kesepakatan untuk proses restrukturisasi kredit dengan Garuda, kini bank Himbara masih harus melanjutkan proses negosiasi restrukturisasi kredit dengan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) David Pirza mengatakan, pihaknya bersama sedang melakukan proses grand restrukturisasi kredit Waskita dengan kreditur yang lain. Hanya saja, dia tidak bersedia menyampaikan opsi mekanisme restrukturisasi yang sedang dinegosiasikan.
"Info yang confidential tidak bisa saya share," ujarnya pada Kontan.co.id, Rabu (30/6).
Baca Juga: BRI berkomitmen terus menyalurkan kredit ke sektor UMKM
Sementara untuk restrukturisasi utang Garuda, BNI dan BRI telah setuju mengkonversi sebagian pinjaman jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjang dengan jatuh tempo pada 2026. Hal itu disampaikan manajemen Garuda dalam keterbukaan informasi pada 25 Juni 2021 lalu.
Adapun Bank Mandiri sepakat restrukturisasi melalui skema perpanjangan pinjaman sampai Desember 2021 dan menangguhkan kewajiban (clean-up) pinjaman. Per September 2020, Garuda memiliki utang jangka pendek US$ 517,68 juta kepada pihak berelasi dan utang jangka panjang US$ 223,47 juta.
David sebelumnya menjelaskan bahwa Waskita sudah diberikan restrukturisasi program Covid-19 artinya sehingga status kreditnya masih tetap masuk kategori lancar. Namun, pada perkembangan selanjutnya, kredit perusahaan konstruksi BUMN ini sudah tidak dapat lagi dilanjutkan dengan restrukturisasi Covid-19 dan harus diselesaikan dengan restrukturisasi biasa.
Berdasarkan laporan keuangan Waskita Karya kuartal I 2021, perusahaan ini tercatat memiliki utang jangka pendek sebesar Rp 28,74 triliun dimana Rp 20,77 triliun berasal dari pinjaman bank BUMN. Utang ke BNI mencapai Rp 9,7 triliun, ke BRI mencapai Rp 3,7 triliun, Bank Mandiri Rp 4,2 triliun, dan sisanya ke PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Baca Juga: Semester I-2021, imbal hasil obligasi korporasi berhasil ungguli obligasi negara
Sementara Sunarso, Direktur Utama BRI mengungkapkan, pihaknya sudah melakukan pencadangan yang optimal terhadap perusahaan BUMN yang mengalami dampak pandemi Covid-19 seperti Garuda dan Waskita Karya.
"Seperti Garuda, walau belum jelas keputusannya mau diapakan tetapi saya sudah melakukan pencadangan hingga 60%. Waskita sudah kami cadangkan dengan cukup hingga 32%. Begitupun dengan korporasi yang lain termasuk swasta sudah kita cadangkan," ungkap Sunarso kepada Redaksi KONTAN secara virtual pada Rabu (30/6).
Baca Juga: Setelah Garuda, Giliran Waskita Karya Jadi Beban Bank-Bank BUMN
Pencadangan yang diberikan ke Waskita lebih rendah karena BRI melihat risikonya lebih kecil walaupun saat ini likuiditasnya terganggu. Pertimbangannya, BUMN karya tersebut jadi kontraktor sekaligus pemilik proyek sehingga terbilang lebih aman.
Dari kacamata perbankan, proyek yang dimiliki Waskita itu bakal bisa dijual sehingga pencadangan 32% dinilai sudah cukup. Apabila restrukturisasi kreditnya berhasil atau ada investor yang membeli proyek tersebut, lanjut Sunarso, BRI tinggal mencairkan kembali pencadangan tersebut.
Sementara, Agus Sudiarto, Direktur Manajemen Resiko BRI mengungkapkan bahwa kualitas kredit BUMN di BRI saat ini masih terjaga dengan baik dengan rasio non performing loan (NPL) di kisaran 1,3%. Dia bilang, BRI telah mengakukan upaya restrukturisasi terhadap debitur BUMN yang terdampak Covid-19.
Selanjutnya: WSKT Meraih Rp 3,5 Triliun dari Divestasi Jalan Tol
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News