kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Ada panen raya, harga tomat anjlok Rp 200 per kg


Selasa, 18 Agustus 2015 / 10:49 WIB
Ada panen raya, harga tomat anjlok Rp 200 per kg


Reporter: Benediktus Krisna Yogatama, Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Para petani tomat di tanah negeri tengah pusing tujuh keliling. Harga tomat di tingkat petani terjun bebas. Kondisi ini dipicu melimpahnya pasokan tomat, seiring panen raya di sejumlah sentra produksi pertanian.

Spudnik Sujono, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kemtan) mengatakan, saat ini, harga tomat di tingkat petani merosot menjadi Rp 200-Rp 400 per kilogram (kg) dari sebelumnya sebesar Rp 4.000 per kg.

Demi menekan kerugian lebih besar, kata Spudnik, pemerintah akan turun tangan dengan menyerap tomat petani pada kisaran harga Rp 2.500 per kg. Dengan harga pembelian sebesar itu, petani sudah bisa memetik untung. "Sekarang kami melakukan operasi pasar dengan membeli tomat dari petani," ujar Spudnik di Kemtan, Senin (17/8).

Ke depan, pemerintah akan mematangkan kebijakan pengembangan industri pengolahan produk hortikultura agar bertahan dalam jangka panjang. Kebijakan ini diharapkan bisa mencegah melorotnya harga komoditas hortikultura ketika musim panen tiba secara bersamaaan.

Salah satunya, kata Spudnik, pemerintah akan membangun industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di bidang pengolahan. UKM ini akan dikelola dalam bentuk agroindustri, yang mentransformasikan hasil pertanian jadi produk industri bernilai tambah.

Sekretaris Jenderal Kemtan, Hari Priyono menambahkan, saat ini, varian hilirisasi tomat memang masih terbatas. Apalagi, tomat merupakan komoditas tanaman musiman yang mudah rusak alias busuk.

Di sisi lain, proses distribusi masih menjadi kendala utama. Kendati pemerintah mengembangkan beberapa storage (gudang berpendingin) di sejumlah sentra produksi, tapi tomat memiliki daya simpan terbatas. "Saat ini, varian produk tomat itu paling untuk jus dan saus saja," terang Hari.

Hari bilang, selain mengembangkan teknologi untuk menambah jenis pengolahan tomat, pemerintah akan mengkaji perizinan industri besar yang mengambil ruang petani.Saat ini, kata dia, banyak investor bermodal jumbo masuk ke industri pengolahan pertanian. Tapi, pemodal kelas kakap itu justru membunuh keberadaan industri skala UKM.

Ia memberikan contoh, dahulu, pabrik kecap merupakan industri rakyat. Tapi, saat ini sudah dikuasai pemodal besar dan industri rakyat perlahan-lahan mulai mati.

Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementrian Perindustrian mengatakan, harga tomat di pasaran dalam negeri memang kerap naik turun. Penyebabnya adalah fluktuasi pasokan.

Panggah menjelaskan, terjadinya fluktuasi pasokan disebabkan musim cuaca. Selain itu, pola petani dalam menanam tomat yang tidak konsisten. "Petani sering mengganti tanamannya. Jadi, mereka tidak selalu menanam tomat  sepanjang tahun. Saat harga cabai sedang bagus, mereka pilih tanam cabai," katanya.

Benny Koesbini, Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN) menilai, saat ini harga-harga komoditas hortikultura jatuh drastis. Salah satunya dialami para petani di Garut, Jawa Barat. Harga tomat hasil panen petani di Garut hanya dibanderol Rp 200 per kg.

Padahal, kalkulasi Benny, harga biaya produksi para petani bisa mencapai Rp 3.000 per kg. "Dengan kondisi seperti ini, petani pasti sangat merugi dan penurunan harga itu bukan prestasi bagi pemerintah. Sebab, sekarang memang lagi musim panen di sebagian wilayah," tutur Benny.

Sebab itu, Benny meminta pemerintah membangun sarana infrastruktur pasca panen. Misalnya membangun gudang penampung hasil panen. Dengan begitu, jika memasuki musim panen raya, komoditas hortikultura bisa tahan lama dan harganya tetap stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×