Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penerapan Undang-Undang No.14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang memberikan ruang bagi masyarakat untuk melaksanakan umrah secara mandiri, dinilai masih menyisakan celah pengaturan yang berpotensi menimbulkan ketimpangan layanan sekaligus praktik tidak sehat di industri umrah.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Tour Travel Muslim Indonesia (ATTMI) Armen Azmi menekankan bahwa meski perluasan akses ibadah ini positif, perlindungan bagi jamaah dan keadilan bagi penyelenggara resmi harus tetap dijaga.
Baca Juga: Menag Lepas Keberangkatan Peserta Program Umroh Khadimatul Masjid
Menurut Armen, umrah mandiri tidak bisa disamakan dengan layanan biro resmi (PPIU), karena jamaah bertanggung jawab penuh atas pembiayaan dan risiko perjalanan.
“Dalam praktiknya, banyak pihak keliru menafsirkan konsep umrah mandiri. Keberangkatan mandiri seharusnya dilakukan secara individu, bukan kolektif. Jika dilakukan bersama-sama, maka sudah termasuk penyelenggaraan dan harus tunduk pada regulasi PPIU,” ujar Armen.
ATTMI juga menegaskan bahwa umrah mandiri tidak selalu lebih murah, karena banyak biaya tambahan seperti akomodasi, bimbingan, dan asuransi yang tidak tercantum dalam penawaran awal.
Organisasi ini menyoroti proses penyusunan UU yang dianggap terlalu cepat dan belum mempertimbangkan aspek akreditasi, pengawasan, serta keadilan berusaha bagi biro perjalanan.
Baca Juga: Menteri Haji dan Umrah Minta Kejagung Dampingi Proses Peralihan Aset dari Kemenag
Celah tersebut, kata Armen, berpotensi dimanfaatkan oknum dan platform digital untuk memasarkan layanan umrah mandiri tanpa kontrol yang memadai.
“Sangat tidak adil ketika biro resmi harus tunduk pada berbagai syarat dan biaya besar, sementara pihak lain bebas beroperasi tanpa pengawasan,” tegas Armen.
ATTMI meminta pemerintah segera menetapkan aturan turunan yang rinci agar penyelenggaraan umrah mandiri tetap aman dan tidak menggerus eksistensi biro resmi.
Armen menambahkan, tanpa pengawasan yang kuat, industri umrah berpotensi menjadi tidak terkendali dan merugikan jamaah.
Baca Juga: Menteri Haji dan Umrah Gus Irfan Datangi KPK, Ada Apa?
Meski demikian, Armen tetap optimistis bahwa perbaikan sistem akan terjadi dalam beberapa tahun ke depan, seiring peningkatan standar operasional dan layanan yang lebih transparan.
Selanjutnya: Pendapatan Sumber Tani Agung (STAA) Melonjak 48,5% per Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Promo Payday PHD Hari Terakhir, 3 Regular Pizza Favorit Cuma Rp 37.000-an Per Pizza
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













